KARAWANG – Sejumlah
orang tua siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pucung 3 Kotabaru mendadak
dikumpulkan di ruangan sekolah untuk pembahasan adanya praktik jual beli Lembar
Kerja Siswa (LKS) yang kerap terjadi di sekolah.
Kepala SDN Pucung 3 Kotabaru, Iwa Hirana sengaja mengundang
seluruh orang tua siswa untuk mengusut adanya praktik jual beli LKS yang
mengatasnamakan sekolah.
Bukan tanpa sebab. Ia merasa, tidak pernah melakukan maupun
mengintruksikan kepada orangtua siswa terkait pembelian LKS. Kepala sekolah
yang menjabat sebagai Ketua PGRI Kotabaru ini juga melakukan langkah penegasan
terhadap oknum yang sudah menjual namanya dan nama sekolah.
Baca Juga:Bupati Cellica Cuti, Tugasnya Malah Dilimpah ke Sekda Bukan Wabup JimmySebelum Memilih Bupati-Wabup, Ayo Pantau Seleksi Rekrutmen PPK!
“Saya merasa tidak menyuruh maupun menguntruksikan
kepada siswa ataupun orangtua siswa, jikapun ada pihak guru yang bersangkutan
akan saya berhentikan jika honorer, bagi guru PNS akan saya mutasikan,”
tegasnya saat ditemui di sekolahnya siang kemarin.
Bagi dia adapun untuk pembelajran yang dugunakan merupakan
buku BSE yang sudah ada. Namun justru yang terjadi di lapangan ramai tentang LKS.
” Sudah dijelaskan dan diintisarikan bahwa untuk KBM di lingkungan sekolah
menggunakan buku BSE. Lalu uku LKS tidak dihimbau bahkan di wajibkan baik olek
Kepala Sekolah maupun guru,” terangnya.
Ia melanjutkan, kalau pun saat di lapangan beredar adanya
praktik jual-beli LKS itu merupakan kebutuhan siswa yang memang orang tuanya mengagap
perlu untuk bahan ajar anaknya di rumah masing-masing. Sebab buku sumber ajar
yang diberikan tidak boleh dicoret-coret dan harus dijaga.
“Jikapun ada
mungkin itu diluar tanggungjawab sekolah, yang jelas saya tidak pernah
mengintruksikan,” ungkapnya.
Sementara Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang,
Yani Heriyani mengaku bahwa sudah melakukan pemanggilan terhadap beberapa
kepala sekolah terkait persoalan jual-beli LKS.
“Sudah kita panggil dan saya minta harus diselesaikan dan tidak boleh dilakukan kembali, jikapun sekolah tidak melakukan namun tetap saja ada yang mengatasnamakan komite maupun paguyuban dan itu jelas tidak boleh,” terangnya. (oib/mhs)