KARAWANG – Kepala Desa Pancakarya, Kecamatan Tempuran, Ata Sutisna Jilun merasa tidak melakukan intervensi terhadap persoalan salah seorang warganya, Hasanudin dalam konflik rumah tangga yang berujung perceraian. Pasalnya, kehadirannya dalam persoalan tersebut bukanlah sebagai kepala desa melainkan sebagai seorang saudara dari Ratna Meli Agustin, mantan istri Hasanudin. “Dalam putusan pengadilan itu sudah putus hasilnya di pengadilan agama, kenapa Hasan terus mojokin kepala desa. Sudah katakan pada Hasan, bahwa saya bukan sebagai kepala desa tetapi kerabat dan tidak membawa jabatan,” ungkapnya kepada KBE, kemarin (7/3/2020). Dikatakannya, dirinya merasa kesal, karena Hasan menyebut saudara-saudara istrinya tukang pangeretan, dan juga mengatakan membawa-bawa kasta turunan. “Gimana tidak kesal, dia bawa-bawa turunan, katanya turunan pangeretan. Saya sudah ketemu dengan pengacaranya Ratna, dia (Hasan) itu cuma sebatas minta harta gono gini, tujuannya memang minta gono gini sebetulnya,” ujarnya. Mengenai surat rilis panggilan yang disebut tidak pernah sampai ke Hasan. Jilun menyebut, bahwa surat itu suratnya dibawa oleh juru sita pengadilan agama. Pasalnya, alurnya dari pengadilan agama memerintahkan jurus sita untuk memberi surat kepada yang bersangkutan. Juru sita sendiri yang memberi kepada yang bersangkutan, kalau seandainya tidak ketemu biasanya ke kantor desa, dan itu tidak dititipkan. “Hasan juga pada waktu itu minta mertua untuk mengembalikan rumah. Kan lucu sekarang seorang suami terus membuatkan rumah buat mereka berdua, terus ujug ujug minta dikembalikan sama mertuanya. Juga dia dilingkungan si istri sama mertuanya uda nga punya adab banget, kalau bisa dibilang seperti itu ya,” tuturnya. Lanjut Jilun, pengakuan Hasan adalah pengakuan sepihak, dan kenyataannya tidaklah seperti itu. Dia mengatakan cerai akibat handphone, itu alasan yang dibuat-buat. “Hasan membangunkan rumah buat istrinya tetapi ketika rumah sudah selesai terjadi pemasalahan. Hasan mau menceraikan istrinya dengan persyaratan minta uang Rp 60 juta. Mertuanya yang laki-laki ngak bisa ngomong,” tuturnya. Hal senada dikatakan, Wakil Utar Burhanudin, yang rumahnya tidak bersebelahan dengan Hasan di Desa Panca Karya, perilaku Hasan sama sekali tidak mempunyai etika. Pasalnya ke mertuanya sering melontarkan kata-kata kasar. “Hasan kalau marah sama mertuanya ngomong kasar, memang mertuanya jarang ngomong. Kalau saya ada disana saya yang marahnya,” ucapnya. Lanjutnya, juga di tembok rumahnya dicorat-coret tulisan gini-gini. Dirinya sempat marah dan menegur Hasan, dia sering menyebut ke keluarga istrinya keluarga pangeretan turunan tidak benar. (gie)