Gaduh Bangub Covid-19 di Karawang
KARAWANG– Bantuan Gubernur (BanGub) Jawa Barat, untuk warga terdampak Pandemi Covid-19 memicu kegaduhan di tingkat desa. Pasalnya, bantuan sebesar Rp. 500 ribu per KK itu disebut-sebut datanya tidak valid. Karena mengacu pada Basis Data Terpadu (BDT) lawas, yang sudah tidak sama lagi keadaannya di lapangan. Hal tersebut membuat sejumlah anggora DPRD Provinsi Jawa Barat asal Karawang angkat bicara. Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Fraksi Partai Gerindra, Gina Fadlia Swara mengatakan, pasca kabar bantuan tersebut dikabarkan bakal segera turun. Gina mengaku mendapat gelombang aspirasi cukup besar dari para kepala desa, perangkat RT/RW, juga masyarakat. Mayoritas, kata Gina, menginginkan agar pencairan bantuan tersebut menunggu data update dari Pemkab Karawang, yang sumber datanya tidak hanya Top Down tapi juga Button Up dari seluruh desa, hasil dari validasi kepala desa. “Karena data yang dikirim dari Dinas Sosial dianggap masih perlu di cek ulang dan diperbaiki,” kata Gina, Senin, (6/4) kemarin. Gina bilang, pada dasarnya gelombang aspirasi dari para kades itu adalah hal yang positif. Pasalnya, dengan validasi dan data yang jelas. Diharapkan penerima bantuan tersebut tepat sasaran. Serta tidak tumpang tindih dengan data penerima bantuan sosial dari pusat (BPNT dan PKH). “Karena seharusnya, bantuan ini difokuskan pada warga desa yang tak menerima BPNT/PKH. Serta terancam tidak bekerja dan menganggur dampak dari adanya Covid-19. Sehingga, mereka masuk dalam kategori rawan miskin baru,” jelasnya. Gina mengatakan, aspirasi dari para kepala desa di Karawang sudah ia sampaikan kepada Ketua DPRD Jawa Barat, Ketua Komisi V Bidang Kesejahteraan Masyarakat dan Ketua Komisi lll Bidang Keuangan, untuk bersama-sama di bahas dengan Pemrov Jawa Barat. “Gina harap bantuan itu bisa tepat sasaran dan tepat guna. Agar bisa mengurangi beban saudara kita di Karawang, yang paling terdampak dari wabah Covid-19 ini,” harapnya. Anggota DPRD Jawa Barat lain, Rahmat Hidayat Jati menambahkan, meskipun pelaksanaan bantuan stimulan ekonomi itu harus cepat. Namun, Pemrov Jawa Barat tidak boleh “grasah-grusuh” dalam pelaksanaan kebijakan. Politisi PKB itu bilang, perlu adanya jaring sosial agar pelaksanaan bantuan terkait Covid-19 ini tak memicu konflik di lingkungan masyarakat. Jaring sosial itu, sebut Rahmat, adalah validasi data yang terupdate dari Pemkab hasil pendataan para kepala desa di tingkatan paling bawah. Bersama anggota dewan lain, kata dia, pihaknya terus berupaya menyampaikan aspirasi para kades dan masyarakat. Secara langsung ke pimpinan dewan, gubernur, juga Sekda Jabar. Agar perbaikan data hasil validasi itu bisa segera dilakukan demi kemaslahatan warga Jawa Barat. “Walaupun Gubernur inginnya cepat-cepat. Kenyataannya, sejauh ini dari pengawasan kami di DPRD Jabar. Birokrasi Gugur Tugas Covid-19 Jabar ini masih begitu lambat dan bertele-tele,” singgungnya. Rahmat mengimbau, kepada semua pihak. Khususnya para kepala desa. Apa bila ada warganya yang perlu dibantu sesuai kriteria, maka segera di data. Kemudian catat nama lengkap serta alamatnya. Dan teruskan data tersebut kepada Dinas Sosial dan sekda setempat. “Kriterianya lansia dan jompo, tidak menerima PKH/BPNT, dan masyarakat rawan miskin baru karena Covid-19,” jelasnya. Sementara, Wakil Ketua Komisi 1 DPRD Jawa Barat, Sabil Akbar menuturkan, sejumlah kepala desa di dapilnya juga menyampaikan aspirasi serupa. Agar Pemprov Jawa Barat mempertimbangkan validasi data dari Pemkab, yang diolah dan dihimpun secara langsung oleh kepala desa. Soal permohonan yang diajukan para kepala desa, lanjut Sabil, pihaknya mengaku belum dapat memastikan hal itu bisa diwujudkan atau tidak. Pasalnya, keputusan tersebut bakal mempengaruhi keadaan di kabupaten/kota lain di Jawa Barat. “Kita akan turun langsung ke desa-desa, untuk menyerap aspirasi ini secara langsung di masyarakat,” ujar politisi muda asal Partai Nasdem tersebut. (whyd/shn)