KARAWANG – Dana Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 dari sejumlah pos sudah mulai di salurkan. Alih-alih mendapat sanjungan atas hasil kerja kerasnya. Para Kepala Desa (Kades) justru banjir hujatan, pasca bantuan tersebut turun. Pasalnya, penyaluran dana Bansos Covid-19 di lapangan banyak yang tak tepat sasaran. Perangkat desa yang mendata warga penerima, seketika jadi bulan-bulanan warga yang kesal tak terima bantuan. Kondisi tersebut memaksa para Kades di Karawang angkat bicara. Di Kecamatan Lemahbang Wadas. Kepala Desa Pulojaya, Solehudin, mengaku sudah lelah menangani Bansos Covid-19 yang tak kunjung berhenti kontroversinya. Sejak dana Bansos turun, dirinya dan perangkat desa banyak sekali menerima cacian, cibiran, dan jadi bulan-bulanan warga. Khususnya di media sosial. “Kalau boleh saya jujur. Sebenarnya kita itu sudah malas urusi bansos Covid-19 dan segudang data amburadul yang tak pernah berkesudahan,” ungkapnya kepada KBE, kemarin (5/5). Ketua IKD Lemahabang itu menyebut, seberapa sering pun pihaknya melakukan validasi. Namun, data yang turun dari pusat, provinsi, maupun daerah, selalu invalid. “Jadi percuma saja. Masyarakat taunya desa yang salah, perangkat salah, RT salah,” kesalnya. Senada dikatakan, Kepala Desa Ciwaringin, Kecamatan Lemahabang, Ocih. Jika hitung-hitungan soal tenaga, mungkin sudah habis waktu dan pikirannya untuk mengerjakan data Bansos Covid-19. Bahkan, Ocih mengaku, anggaran pribadinya sebesar Rp. 5 juta juga habis. Untuk urusan pemberkasan, foto copy, operator, ATK, dan lain sebagainya. “Tapi kenyataannya, datanya banyak invalid dan menyusut dari pusat. Banyak penerima yang tidak tepat sasaran. Sehingga, kami jadi sumber bullyan dari masyarakat,” timpalnya. Di Kecamatan Cilamaya Wetan. Kepala Desa Tegalwaru, Aruji Ajak Atmaja mengaku, perangkat desanya, seperti ketua RT dan RW, bahkan sudah mendapat teror dari masyarakat. Jauh-jauh hari sebelum Bansos Covid-19 ini turun. Ironisnya, masyarakat tak tau seperti apa perjuangan para perangkat desa mengerjakan pendataan Bansos. Apa lagi, pada saat di proses banyak sekali perubahan aturan yang mendadak. “Kasihan RT/RW saya, mereka di ancam, di teror sama masyarakat,” katanya. Kepala Desa Muarabaru, Cilamaya Wetan, Ato Sukanto menambahkan, untuk mengurangi resiko kegaduhan Bansos Covid-19. Pihaknya mengaku telah memasang sejumlah strategi. Namun, itu belum dipastikan efektif. Mengingat saat ini, kondisi mulai hangat. Menyusul turunnya Bansos dari Bantuan Gubernur Jawa Barat. “Kita minta warga di luar perangkat desa, seperti tokoh agama, tokoh petani, dan tokoh pemuda. Untuk bantu sosialisasikan kondisi Bansos Covid-19 yang seperti ini keadaannya,” ujarnya. “Sehingga saya harap, masyarakat bisa mengerti. Dan jangan sampai terjadi kerusuhan saat bansos ini dibagikan,” pungkasnya. Sementara, di Kecamatan Cilamaya Kulon, Kepala Desa Pasirjaya, Abdul Hakim alias Wakzi Saglak mengatakan, banyaknya jumlah warga pra sejahtera di Desa Pasirjaya, membuat kuota Bansos dari 6 pintu itu tak dapat mengcover secara menyeluruh. Bahkan, laporan dari perangkat desanya, kata Saglak, jumlah kuota Bansos dari BanGub Jawa Barat menyusut. Sampai 50 persen dari kuota awal. “Saya khawatir ini jadi konflik di masyarakat. Kalau bisa, kita ingin BLT dari Dana Desa diserahkan seluruhnya jadi wewenang kades. Termasuk penentuan jumlah kuota di lapangan,” pintanya. (wyd/rie)