Bedakan yang Ingin Dengan yang Butuh
KARAWANG – Sesuai instruksi Mentri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar, melalui surat instruksi nomor 1 tahun 2020, tentang percepatan penyaluran BLT Dana Desa. Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang bersumber dari Dana Desa itu, harus dicairkan paling lambat tanggal 24 Mei 2020. Menyikapi itu, pendamping desa di Kecamatan Cilamaya Wetan, bersama para kepala desa, saat ini tengah bekerja keras menyelesaikan data keluarga penerima manfaat (KPM) dari BLT Dana Desa. Selain itu, perangkat desa juga sudah mulai ancang-ancang untuk mengajukan pencairan Dana Desa tahap 2, dimana 30 hingga 35 persen alokasinya diperuntukan untuk BLT Dana Desa. “BLT Dana Desa di Kecamatan Cilamaya Wetan siap dicairkan sebelum lebaran,” ungkap Pendamping Desa Kecamatan Cilamaya Wetan, Syukron kepada KBE, kemarin (18/5). Syukron menjelaskan, mekanisme pencairan BLT Dana Desa saat ini tengah jadi fokus pembahasan di tingkat desa. Pasalnya, hingga tahap ini, masih saja ditemukan kendala di tiap-tiap desa. Seperti masalah double data, tidak tepat sasaran, hingga perubahan-perubahan sistem yang masih saja terjadi jelang dead line pencairan. “Dari 12 desa, 6 sudah siap tinggal pencairan. Sisanya sedang melakukan pengajuan Dana Desa tahap 2,” jelasnya. Sementara, lanjut Syukron, jelang waktu pencairan. Sejumlah issu Bansos semakin hangat di lingkungan masyarakat. Terlebih, saat ini sudah mulai mendekati Hari Raya Idul Fitri. Dimana, kebutuhan masyarakat pada saat ini mulai meningkat. Karena itu, pihaknya mengimbau kepada para kepala desa. Agar rutin turun ke lapangan memberikan sosialisasi pada masyarakat tentang Bansos Covid-19 ini. Utamanya, yang bersumber dari Dana Desa. “BLT Dana Desa itu sepenuhnya jadi kewenangan kepala desa. Satu-satunya Bansos yang paling fleksibel, dari semua pintu yang ada,” paparnya. “Awas kades jangan salah. Bedakan penerima yang ingin dengan yang butuh. Prioritaskan mereka yang butuh. Meskipun, konflik akan dibuat oleh mereka yang ingin padahal mampu,” tukasnya. Kepala Desa Muara, Kecamatan Cilamaya Wetan, Iyos Rosita mengatakan, selain soal data. Jadi masalah bagi kepala desa adalah masyarakat yang terus protes soal Bansos. Padahal tak memahami secara penuh, peraturan dan kondisi real di lapangan yang dihadapi perangkat desa, soal Bansos Covid-19 ini. Kata Iyos, sejak awal pihaknya sudah memprediksi Bansos ini akan rawan konflik. Terlebih, saat ini instruksi dari pusat mengharuskan BLT Dana Desa cair sebelum lebaran. “Meski secara keseluruhan Bansos Covid-19 ini sudah mengcover lebih dari 62 persen warga yang terdampak. Namun tetap saja, warga taunya semua harus dapat,” katanya. Hal serupa terjadi di Desa Muarabaru, Kecamatan Cilamaya Wetan. Banyaknya pintu bantuan sosial membuat warga bingung. Bahkan, besaran bantuan yang berbeda-beda dianggap tidak adil. Perangkat desa dan Ketua RT pun jadi sasaran nyinyiran warga. “BLT Dana Desa Rp. 600 ribu, Bansos Kemensos juga Rp. 600 ribu. Tapi Bansos BanGub Rp. 500 ribu berupa sembako dan uang Rp. 150 ribu, belum dari Pemda Rp. 300 ribu. Beda-beda begitu, masyarakat taunya salah desa,” ucapnya. (wyd/rie)