Data Tak Tepat Sasaran
KARAWANG – Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 di Kabupaten Karawang belum seluruhnya turun. Dari sembilan pintu bantuan jaring pengaman sosial (JPS) dari Pandemi Covid-19, masih ada sekitar 30 persen bansos yang belum turun. Hal tersebut diungkap Kepala Desa Sukakerta, Kecamatan Cilamaya Wetan, H. Bukhori. Akibat bantuan yang belum turun menyeluruh, banyak masalah yang harus dihadapi pemerintah desa. Bukhori menjelaskan, gara-gara bansos Covid-19. Perangkat desa, kepala dusun, RT/RW, hingga kepala desa di buat pusing tujuh keliling. Pasalnya, data yang turun dari atas ke bawah, (Top Down) banyak sekali yang tidak tepat sasaran. Sementara, bansos yang bersumber dari data ajuan (Buttom Up) tak bisa menyentuh seluruh warga miskin atau yang terdampak virus korona. “Jadi saya simpulkan ada dua masalah besar yang kita hadapi. Warga miskin yang tidak masuk data bantuan. Dan warga yang tidak layak di bantu, tapi masuk dalam data penerima bantuan,” ujar Bukhori, saat berbincang dengan KBE, Kamis, (4/6) di sela-sela persiapan Kampung Tangguh Desa Sukakerta. Bukhori bilang, dua masalah itu merupakan hal rumit untuk diselesaikan sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Karena itu, pihaknya memutuskan untuk fokus kepada warga miskin yang layak di bantu, tapi tak masuk data penerima bantuan. Baik dari Kemensos, Bantuan Gubernur, maupun Kabupaten. “Karena itu BLT Dana Desa Sukakerta saya anggap yang paling tepat sasaran. Karena, saya dan masyarakat sepakat. Selamatkan dulu warga miskin,” tegasnya. Bukhori menyadari, pilihan tersebut membuat kelompok yang tidak masuk skala prioritas akan merasa keberatan. Bahkan, kata dia, setelah BLT Dana Desa dibagikan, tak sedikit kelompok masyarakat yang datang ke desa untuk protes. Namun, rata-rata mereka merupakan kelompok ekonomi mampu, yang meskipun terdampak korona. Dianggap tak akan sampai kelaparan. “Mohon maaf, tapi olah data Desa Sukakerta ini beda sama desa lain. Kita sudah seleksi ketat dan bagi kelas. Dan data yang jadi rujukan saya adalah data penerima zakat fitrah atau yang benar-benar masuk golongan fakir dan miskin,” jelasnya. Sehingga, sambung dia, mayoritas penerima Bansos Covid-19 dari sumber Buttom Up di Desa Sukakerta mayoritas adalah fakir miskin dan warga lansia atau janda tua yang benar-benar tak punya penghasilan. “Sementara data yang sudah tak bisa di ubah, yang sumbernya dari Top Down, atau dari atas ke bawah itu. Kita serahkan sepenuhnya kepada petugas dan penanggung jawab,” ungkapnya. Masalah lain, kata Bukhori, timbul dari ke tidak pahaman Ketua RT maupun RW yang bersinggungan langsung dengan warga tentang sosialisasi Bansos Covid-19. Tak sedikit, RT RW yang kewalahan menjelaskan pada masyarakat. Kenapa kelompok mereka sampai tak terima bantuan. Disisi lain, warga yang merasa ingin di bantu terus melancarkan protes. Sementara, kapasitas RT/RW sangat terbatas. “Yang kami bingung itu, bansos ini untuk siapa. Yang terdampak atau yang miskin. Siapa yang harus diutamakan?,” ucapnya bertanya. “Kalau yang terdampak, ya semua terdampak. Pengusaha dan bos beras sekali pun, mereka terdampak. Tapi, bagi kami, yang miskinlah yang harus di selamatkan,” imbuhnya. Bukhori berharap, Pandemi Covid-19 ini bisa jadi pembelajaran untuk semua. Mulai dari pemerintah pusat, sampai desa, hingga masyarakat. “Pandemi ini harus bisa kita ambil hikmahnya. Utamanya soal updating data. Itu sangat penting. Karena saat ini, hal itu yang jadi sumber masalah,” tutupnya. (wyd/rie)