Tiga Ketua RT Terancam Dipecat
KARAWANG – Masalah data ganda atau double data pada Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 masih banyak ditemukan. Tumpang tindih data antara ajuan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dituding jadi penyebab utama masalah tersebut. Tak cukup sampai situ, masalah data ganda yang kini membuat pemerintah desa pusing. Harus diperparah dengan banyaknya data Bansos yang tidak tepat sasaran. Alhasil, warga yang tak terima bantuan jadi gaduh. Seperti di Desa Cikalong, Kecamatan Cilamaya Wetan, dari sembilan pintu bantuan, hampir seluruhnya sudah di turunkan secara bertahap. Bansos yang rencananya dibagikan kepada warga terdampak korona selama tiga sampai enam bulan itu, baru dibagikan satu tahap di bulan pertama. Namun, belum sampai di tahap ke dua. Masalah double data belum selesai di lapangan. Kades Cikalong mengaku, masih ada warganya yang tak mau bantuan di alihkan ke orang lain. Meskipun, dalam aturan sudah jelas tidak boleh ada penerima manfaat yang mendapat dua bantuan sekaligus. “Dari 9 pintu bantuan itu, masih ada 313 orang warga kami yang terdata namun tidak terima bantuan. Sementara, penerima bantuan yang double data ada 76 orang,” ujar Kepala Desa Cikalong, Lili Hermanto kepada KBE, kemarin (11/6). Kata Lili, penerima manfaat yang double data, tak sedikit yang merasa keberatan. Jika salah satu bantuan sosial yang mereka dapat, harus dialihkan kepada warga lain yang membutuhkan, namun belum tercover oleh bansos. “Yang double data ini sudah kita datangi, kemudian diberikan pemahaman. Kalau double data itu tidak boleh, dan harus diberikan pada yang berhak. Tapi ada saja yang menolak. Maunya semua bantuan buat dia. Yang parahnya, ada warga mampu sampai protes karena tidak dapat bantuan,” ucapnya. Usut punya usut, kata Lili, sumber masalah double data ini ada di beberapa Ketua RT yang malas melakukan verifikasi data. Meskipun sudah mendapat teguran keras, namun tiga ketua RT di salah satu dusun Desa Cikalong, masih belum bekerja secara proporsional. “Ya kalau kerjaannya begitu, terpaksa akan saya pecat,” ketusnya. Masih kata Lili, meskipun diguyur sembilan pintu bantuan sosial. Itu masih belum cukup untuk mengcover seluruh warga miskin atau yang terdampak Pandemi Covid-19 di Desa Cikalong. Mengingat jumlah kuota setiap bantuan juga sangat terbatas. Disisi lain, besaran bantuan yang berbeda-beda juga dianggap jadi salah satu faktor kegaduhan di masyarakat. Apa lagi, di situasi pandemi seperti ini. Kepala desa sulit untuk sosialisasi maksimal dengan mengumpulkan masa. Alhasil, pemahaman masyarakat yang minim, membuat perangkat desa banyak disalahkan. “Biasanya kita kepala desa tuh sosialisasi maksimal di tempat-tempat perkumpulan masyarakat. Tapi sekarang tidak bisa karena korona. Hasilnya, pemahaman masyarakat jadi minim, dan kita yang disalahkan,” keluhnya. Lili berharap, untuk penyaluran Bansos Covid di tahap dua lebih tertata dan teratur. Serta mengakomodir keluh kesah kepala desa di lapangan. Untuk kebaikan masyarakat juga perangkat desa yang bekerja. “Inginnya pendapat kami di dengar, kemudian jadi bahan evaluasi. Supaya tahap-tahap berikutnya jadi lebih baik,” pungkasnya. (wyd/rie)