KARAWANG– Di bawah koordinasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Unsika (Universitas Singaperbangsa Karawang), sembilan BEM Fakultas menuntut penyesuaian UKT (Uang Kuliah Tunggal) ke pihak Rektorat dalam aksi yang diberi nama #UNSIKAKENAPASIH, Selasa (14/7/2020). Mahasiswa menuntut Rektorat agar membebaskan biaya UKT untuk mahasiswa tingkat akhir, memotong biaya UKT sampai 50 persen untuk golongan III ke atas, dan meninjau kembali golongan UKT seluruh mahasiswa. Salah seorang peserta aksi, Fahmi Fadil (21), mahasiswa semester enam Ilmu Hukum mengatakan, tiga tuntutan dari mahasiswa bukan tanpa alasan. Sebelumnya, BEM di seluruh fakultas sudah menyebar kuisioner daring. BEM memandang, uang kuliah seharusnya bisa dikurangi sampai setengahnya mengingat dua hal. Pertama, kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring sehingga banyak biaya yang bisa dipangkas. Kedua, di tengah pandemi, ekonomi sebagian orangtua mahasiswa dalam kondisi sulit. “Di Fakultas Hukum kami menerima 329 tanggapan mahasiswa di kuisioner online,” kata Fahmi. “Di tengah pandemi, ada mahasiswa yang orangtuanya dirumahkan atau di-PHK,” sambungnya. Mahasiswa meminta Rektorat bersikap bijak. Fahmi juga menyinggung soal kompensasi berupa uang pulsa sebesar Rp 100 ribu per bulan yang baru dibayar satu bulan dari tiga bulan yang dijanjikan. Aksi mahasiswa akhirnya ditanggapi Rektor Unsika Prof. Dr. Sri Mulyani, Ak., CA. Selama lebih dari dua jam, perwakilan mahasiswa menyampaikan aspirasi ke Rektor. Hasilnya? “Tuntutan pemotongan biaya UKT 50 persen, disepakati jadi 30 persen untuk golongan III ke atas. Mekanisme penyesuaian UKT nantinya mahasiswa mengisi dan mengumpulkan berkas administrasi, nanti diseleksi mahasiswa mana yang pantas menerima pemotongan biaya UKT. Tolak ukurnya ekonomi,” kata Fahmi. Sementara untuk tuntutan pembebasan UKT mahasiswa semester akhir, Rektorat pada dasarnya setuju. Dengan syarat berlaku untuk mahasiswa yang sedang menunggu wisuda. Mahasiswa yang masih menggarap tugas akhir, berhak membayar setengah biaya UKT dengan syarat melampirkan KRS (Kartu Rencana Studi). Di hadapan perwakilan mahasiswa, Rektorat pun berjanji akan meninjau ulang penggolongan UKT untuk semua mahasiswa. Fahmi menyatakan, belum ada pembicaraan mengenai aksi lanjutan sebagai tindak lanjut hasil audiensi dengan Rektor. “Lihat situasi dulu. Kalau dibilang puas, juga engga,” katanya. Sementara itu alumni Unsika yang juga praktisi hukum Asep Agustian, menyebut kampus banyak masalah. Persoalan mulai dari krisis ASN, sampai dugaan pungli yang dilegalkan saat penerimaan mahasiswa baru, melalui jalur mandiri. “Persoalan di Unsika komplek, terutama persoalan krisis PNS,” ujar pria yang akrab disapa Askun ini kepada pers, Selasa (14/07/20). Askun meminta agar rektor perguruan tinggi Unsika harus dapat memprioritaskan para alumni, agar dapat bekerja di Unsika. “Para alumni yang sudah lama mengabdi disana tolong lah harus diprioritaskan, rektor harus bisa mengangkat mereka, jangan sampai pengabdian mereka selama ini tidak dihargai, karena Unsika sudah menjadi negeri dan harus menyesuaikan dengan kebutuhan,” katanya. “Beri mereka posisi, kalau mengharuskan mereka jadi PNS, tolong rektor bisa mengajukan yang sesuai umur, kalau yang sudah melebihi umur ya bisa di dorong agar tetap bisa mengabdi di Unsika bagaimanapun caranya, karena aturan tidak bersifat baku kok, yang jelas jangan sampai ketika Unsika sudah jadi negeri justru mereka tidak bisa menikmatinya, malah yang dari luar yang dapat posisi,” ungkapnya. Disinggung soal adanya kebijakan jalur mandiri pada saat penerimaan mahasiswa baru, dengan nominal yang ditentukan, dengan tegas Askun memandang itu terindikasi merupakan pungli yang dilegalkan. “Adanya jalur mandiri itu apa – apaan sih, kan negeri itu sudah dibiayai sepenuhnya oleh negara, lalu uang penerimaan mahasiswa dari jalur mandiri itu untuk apa lagi sih, jangan kesannya seperti pungli yang dilegalkan dong,” ungkapnya. Lebih lanjut Askun berharap rektor Unsika dapat memahami situasi secara kontekstual Kabupaten Karawang, berkaitan dengan sosial dan budaya Karawang dan harus dipahami. “Rektor harus mempelajari dan memahami kondisi budaya Karawang, jangan merasa punya posisi sentral di Unsika, lalu bisa berbuat seenaknya, prioritaskan masyarakat Karawang, jangan sampai Unsika berada di Karawang, masyarakat Karawang nya sendiri sulit untuk masuk Unsika,” tandasnya. (red)