ngapain. Padahal sudah diputus birokrasi kita mesti bersama-sama. Tadi Pak
Dandim ngomong ada kendala soal pemakaman, ini harusnya tidak sampai masyarakat
luar, ini introspeksi buat kita semua,” terangnya.
Ia mengingatkan, jika respons kerja cepat bisa dilakukan pada
awal-awal pembntukan tim, harusnya kerja cepat yang sama bisa juga dilakukan
saar ini. Jangan malah, kata dia, kasus baru naik 10 sampai 20 kasus respons
satgas hanya biasa-biasa saja.
“Dulu aja bisa kok.
Dulu begitu dikasih tahu di grup ada yang meninggal, wah langsung sibuk semua.
Sekarang naik 5 naik 10 sampai 20, cuek semuanya. Ini introspeksi, sampai ada
yang meninggal aja gak ada tuh responnya mau ngapain gitu,” kata Arief.
Baca Juga:Integrasi Digitalisasi Informasi Satu Data Vaksin COVID-19, Dua BUMN DigandengPara Ahli Pastikan Vaksin yang Digunakan Aman dan Efektif
Ia sendiri, ketika dikonfirmasi awak media kaitan
pernyataannya yang membuat semua peserta rapat terdiam dan tertunduk lesu,
enggan berkomentar lebih jauh.
Ia hanya berlalu pergi ketika ditanya wartawan apakah
kemarahaannya itu hanya gertakan semata.
“Satu pintu lah dengan Humas Pemkab, tanya Humas dong, tadi
kan sudah disampaikan pak bupati masa nanya saya lagi, gak boleh saya kan cuma
wakil ketua, beliau ketua,” pungkasnya seraya berlalu, saat itu.
“Ewuh-Pakewuh” Transparansi sampai Interpelasi
Sejak awal pembentukan satgas, jajaran di internal bukan hanya dikritik soal kinerja, melainkan juga transparansi penggunaan anggaran dan soal dana bantuan. Di saat daerah lain fokus pada penanganan pandemi, di Karawang kinerja satgas ditambah dengan ewuh-pakewuh penggunaan dana BTT.
Tak tanggung-tanggung, saat itu bahkan sejumlah fraksi di
DPRD Karawang mengusulkan pengguliran penggunaan hak interpelasi kepada bupati
untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana BTT.
Kendati demikan, di tingkat paripurna penentuan lanjut atau tidaknya interpelasi, para pengusung penggunaan hak interpelasi kalah suara saat voting oleh angota DPRD yang tidak menyetjui interleasi. Beberapa di antara yang tidak menyetujui adalah anggota DPRD yang awalnya menandatangani setuju menggunakan hak interpelasi namun tiba-tiba menyabut dukungannya.
Anggota DPRD Fraksi PDP, Natala Sumedha sebagai anggota fraksi yang menginisiasi penggunaan hak interpelasi kepada bupati, saat itu menyesalkan keputusan rekan dia sesama wakil rakyat yang tiba-tiba berbelok prinsip soal penggunaan hak interpelasi.