semakin terpuruk dengan dilanggarnya berbagai aturan diantaranya, mengenai
bonus produksi, tingkat penghasilan yang rendah serta hak konversi lahan yang
tidak jelas, sehingga tekanan kebutuhan hidup semakin berat dengan meningkatnya
harga kebutuhan pokok,” jelasnya.
Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra ini menambahkan,
berbagai usaha telah dilakukan, namun bukan kepastian yang petani plasma
dapatkan, malah berbagai tekanan dan intimidasi tanpa ada kepastian kapan
konversi bisa dilakukan, bahkan sampai ada warga yang dipenjara karena dianggap
merusak aset negara.
“Proyek TIR dibangun di atas lahan seluas 350
Ha. Di atasnya dibangun tambak plasma seluas 200 Ha dan tambak inti seluas 50
Ha. Proyek TIR juga dilengkapi dengan sarana perumahan, kantor, pabrik dan sarana
lain seluas 100 Ha, termasuk 200 unit rumah plasma dan 50 unit rumah
inti,” jelasnya.
Baca Juga:Politisi Milenial Dampingi Rahmat Hidayat Djati Pimpin PKB KarawangKejutan Pakar Komunikasi Dr Aqua Dwipayana kepada Dua Prajurit dari Papua
Saat reses, tambah Ihsanudin, banyak masyarakat yang
menyampaikan aspirasi mengenai persoalan proyek TIR ini termasuk mengirim surat
kepada Menteri Keuangan.
Ia mendorong, agar pemerintah segera merealisasikan
hak petani plasma. Dokumen-dokumen pembangunan proyek TIR waktu pertama kali
dibangun disiapkan sebagai bahan pengajuan konversi lahan untuk petani plasma
kepada pemerintah.
“Jangan kebiri petani plasma Karawang. Kami meminta kepada pemerintah untuk merealisasikan hak-hak mereka yang telah dijanjikan,” pungkasnya. (shn)