Kini Bertahan Hidup Jualan Burung
Irma Wulandari (20) tak bisa menahan isak tangis saat diwawancara KBE. Kesedihan itu masih jelas menampak pada raut muka dia setelah kepergian ibunya yang meninggal karena covid-19. Baru lulus SMK satu tahun lalu, Irma kini jadi yatim piatu. Dan harus menjaga kedua adiknya yang masih kecil. IRMA punya dua adik yang masih kecil. Adik kandungnya, Anggita Arkatika Dea (10) kini masih duduk di bangku kelas 5 SD. Sementara adik bungsu dari ayah sambungnya, bernama Digjaya Wira Sentana, baru lahir satu bulan lalu. Belum kering tali pusar Digjaya, tapi harus hidup dan tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ibu. Beruntung Irma punya ayah sambung yang baik. Supandi (45) nama ayah sambungnya. Dia masih mau mengurus dan merawat Irma dan Anggita, meski sang ibu sudah tiada. Keluarga mereka hidup sangat sederhana di Desa Cilamaya, Kecamatan Cilamaya Wetan. Irma menceritakan, pertengahan Juli 2021 lalu. Ibunya melahirkan di salah satu klinik di Cilamaya. Saat menjalani test PCR, sang ibu dinyatakan positif Covid-19. Alhasil, ibu dari tiga anak itu tak bisa melahirkan secara normal. Dokter pun mengambil tindakan untuk di caesar. Ibu Irma bernama Uun. Dia meninggal usai menjalani isolasi mandiri di rumah pasca operasi caesar. Uun meninggal 12 hari pasca melahirkan Digjaya. Buah hatinya dari Supandi, yang menjadi ayah sambung Irma dan Anggita. Kepada KBE, Irma mengatakan, untuk mencukupi kebutuhan adik-adiknya. Sopandi ayah sambungnya, harus bekerja ekstra mencari nafkah. Kata Irma, pekerjaan ayahnya sehari-hari hanya menjual dan beternak burung. Irma mengaku sebenarnya ingin segera bekerja untuk meringankan beban sanga ayah. Namun apa daya, Anggita dan Digjaya perlu sosok pengganti ibu. Saat ini, Irma mengambil peran itu. Dengan menjaga dan merawat adik-adiknya di rumah, saat sang ayah sibuk bekerja. “Kalau Digjaya minumnya masih susu formula, Anggita masih sekolah SD, perlu dijaga juga. Sebenarnya aku mau kerja buat bantu ayah, tapi adik-adik nanti ga ada yang jaga,” ungkap Irma, saat diwawancara KBE, kemarin (24/8) di rumahnya. Irma bilang, sebenarnya dia belum siap menjadi ibu di usia muda. Namun, keadaan memaksanya untuk tetap berjuang menjalankan apa yang sudah ditakdirkan tuhan. Irma mengaku, jika adik-adiknya tumbuh sedikit lebih dewasa. Ia bertekad untuk mencari kerja di kota. “Aku sih mau kerja kalau ada kesempatan. Buat bantu-bantu bapak, biar adik-adik bisa terus sekolah,” ucapnya. “Tapi cari kerja di Karawang kan susah. Aku lulusan SMKN 1 Cilamaya, jurusan Teknik Komputer Jaringan,” imbuhnya. Di sisi lain, Kepala Desa Cilamaya, Ali Hamidi menuturkan, keluarga Supandi dan Irma. Hanya satu dari segelintir orang di Karawang yang kehilangan keluarga karena Covid-19. Apa lagi, Irma dan Anggita saat ini menjadi yatim piatu. Karena ayah kandungnya sudah meninggal. Dan ibunya baru saja wafat terserang Covid-19. Saat ini, sebut Ali, pemerintah desa yang menanggung biaya hidup anak bungsu almarhum Uun, yaitu Digjaya. Pemdes Cilamaya sudah menyiapkan anggaran untuk membeli susu dan makanan pendamping untuk Digjaya selama enam bulan ke depan. “Tapi Anggita masih sekolah, dia masih kelas 5 SD. Saya sangat berharap, Bupati Karawang memberikan beasiswa agar Anggita bisa melanjutkan pendidikannya. Minimal sampai lulus SMA. Sukur-sukur sampai kuliah,” ujar Ali Hamidi. Pihaknya, lanjut Ali, bersama ibu&-ibu PKK Desa Cilamaya. Sudah berkomitmen untuk terus membantu keluarga korban Covid-19. Selain menyalurkan bantuan sembako dari Bupati dan pemerintah. Setiap ada kesempatan, pemerintah desa selalu menyisihkan uang jajan untuk Irma, Anggita dan adiknya. “Saya tanya cita-cita Anggita ternyata mau jadi dokter. Meski hidup di keluarga sederhana, tapi semangat belajarnya tinggi,” ujarnya. “Mudah-mudahan pemerintah melihat dan membantu keluarga ini, agar pendidikan anak-anaknya bisa terjamin,” pungkasnya. (*)