KABUPATEN BEKASI- Keberadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kawasan industri belum memberikan dampak positif untuk masyarakat sekitar kawasan industri. Seperti SMK Mitra Industri di Kawasan Industri MM 2100. Masyarakat setempat masih kesulitan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan di sekolah itu.
“Keberadaan SMK Mitra Industri tidak dirasakan manfaatnya untuk masyarakat sekitar kawasan. Tingginya biaya pendidikan di sekolah itu menjadi salah satu alasan masyarakat tidak bisa mengakses fasilitas pendidikan di SMK Mitra Industri,” kata Pengurus Harian Masyarakat Peduli Investor (MPI), Morio Nuryadi.
Padahal kata dia, awal pembangunan SMK di kawasan industri itu bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia sekitar kawasan industri MM 2100 agar siap bersaing di dunia industri.
“Bisa dicek, sangat minim warga di tujuh desa sekitar masuk mengenyam pendidikan di SMK Mitra Industri. Seharusnya warga setempat harus ada prioritas dan subsidi untuk biaya pendidikan,” kata dia.
Tujuh desa itu yakni, Desa Gandasari, Gandamekar, Mekarwangi, Telajung, Jatiwangi, Cikedokan dan Danau Indah. Informasi yang dihimpun murid dikenakan biaya hingga jutaan rupiah untuk masuk ke sekolah itu.
“Informasi yang kami dapat, setiap bulannya biaya itu sekitar 600 ribu. Disitu ada sekitar 2.500 murid. Kita lihat sangat minim warga sekitar tujuh desa yang bersekolah di kawasan,”tuturnya.
Hadirnya Bursa Kerja Khusus (BKK) Mitra Industri MM 2100 pun kata dia diduga tidak sesuai peruntukan. Pasalnya BKK tidak hanya dikhususkan bagi alumni SMK Mitra Industri.
“Sangat sulit warga sekitar kawasan industri untuk masuk kerja melalui BKK. BKK itu juga ternyata bukan hanya untuk alumni saja dalam rekrutmennya,” tutur dia.
Selain itu juga beredar kabar, setiap peserta yang melakukan test di BKK Mitra Industri MM 2100 diduga dikenakan pungutan hingga 30ribu. “Iya, waktu tahun 2019 saya ngelamar di perusahaan di MM, ditarikin duit 20 ribu. Kalau sekarang infonya sudah 30 ribu,” cerita salah satu peserta BKK, Nurul. (dim/mhs)