Penerapan BLUD di SMK negeri adalah adanya teaching factory yang sudah diterapkan. Teaching factory yang juga disebut dengan TEFA, merupakan metode pembelajaran praktik dengan alat praktik yang sama dengan industri. Hal ini memungkinkan SMK dan siswa memproduksi barang dan jasa yang sama dengan industri.
Pada akhir tahun 2021 lalu, Kemendikbud memberikan penghargaan kepada 60 SMK di Indonesia dengan predikat teaching factory terbaik. Dari 60 SMK tersebut, sebanyak 9 SMK terdapat di Jawa Barat.
Data tersebut menandakan jika teaching factory yang dimiliki SMK di Jawa Barat sudah banyak yang berstandar layaknya industri. Sebab, salah satu syarat SMK menjadi BLUD adalah fasilitas teaching factory-nya harus berstandar pabrik. Artinya, hasil produksi BLUD SMK kualitasnya sama dengan produksi dari industri. Sehingga, layanan produksi yang dihasilkan SMK tersebut layak jual kepada masyarakat.
Baca Juga:Digagas Ridwan Kamil, Ponpes Al-Ittifaq Jadi Percontohan Nasional Digitalisasi PertanianKetika Ridwan Kamil Boncengan Motor dengan Tjetjep Heryana, Keliling Kota Mataram
Walaupun berpeluang mendapatkan profit, kata Dedi, namun SMK yang menerapkan BLUD tidak boleh menjadi profit oriented (berorientasi untung). Orientasi utama dalam menerapkan BLUD tetap pada peningkatan kapasitas siswa dan lulusan SMK. “BLUD hanya sarana agar TEFA menjadi maksimal fungsinya,” tegasnya.Dedi menekankan, melalui teaching factory siswa akan dilatih untuk dapat melakukan proses produksi selayaknya industri. Produk yang dihasilkan tidak lagi menjadi produk hasil praktik saja, tetapi juga menjadi produk yang dapat dipasarkan secara umum karena memenuhi standar industri.
“BLUD ini sangat cocok bagi SMK yang telah mampu mengembangkan teaching factory. SMK yang sudah direvitalisasi menjadi BLUD dan mampu menghasilkan, dapat digunakan untuk pemeliharaan dan pengembangan SMK itu,” jelas Dedi.
Hasil produksi para siswa di 35 SMK BLUD di Jabar, dipajang dalam pameran di SMKN 1 Karawang. Atalia Praratya Ridwan Kamil berkesempatan meninjau karya-karya tersebut. Ia terkesan dengan inovasi anak didik di Jabar.
“Tadi itu ada salah satu sekolah yang memproduksi helm solar cell yang memiliki fitur bluetooth untuk menghubungkan antara pengendara motor. Selama ini, saya menggunakan helm dengan teknologi yang berbeda tapi mahal harganya. Yang ini murah tapi berkualitas karena tidak direpotkan dengan ngecas,” ujarnya.