Dua Kali Kasus Korupsi di Sekretariat DPRD PurwakartaKini Disorot Lagi Dugaan Kuitansi Bodong dan Lokasi Fiktif Reses
Sudah dua kali kasus korupsi di Purwakarta menyeret pejabat kesekretariatan di DPRD Purawakarta. Pada tahun 2017 silam. Juga kasus SPPD fiktif pada tahun 2019 kemarin. Kini, munculnya pemberitaan dugaan korupsi bukti pembayaran atau kuitansi bodong dan lokasi fiktif kegiatan reses mengundang lagi ingatan publik pada dua kasus korupsi yang sebelumnya sudah terjadi di kesekretariatan DPRD.Diketahui pada April 2019 lalu, terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan dana di DPRD Purwakarta Ujang Hasan Sumardi dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.Dia terbukti melakukan perbuatan melawan hukum membuat SPJ palsu pada program kerja DPRD Purwakarta dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,4 miliar.Majelis hakim juga menyatakan terdakwa M Ripai selaku Sekretaris DPRD Purwakarta bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Kasus itu bermula saat DPRD Purwakarta menganggarkan dana Rp 10,69 miliar untuk kegiatan penelahaan pengkajian pembahasan raperda, peningkatan kapasitas pimpinan dan anggota DPRD, koordinasi dan konsultasi pelaksanaan tugas pemerintahan dan kemasyarakat serta rapat badan anggaran. Program tersebut terealisasi sebesar Rp 9,39 miliar.Hanya saja, dalam pelaksanaannya, terdapat sejumlah kegiatan fiktif seperti kunjungan kerja dengan menginap di sejumlah kota dan kabupaten di Jabar namun faktanya tidak menginap.Tidak hanya itu, kegiatan bimbingan teknis fiktif juga dilakukan dengan adanya surat perintah dari Ketua DPRD Sarif Hidayat pada 29 Juli 2017 di Kota Bandung. Padahal berdasarkan saksi semua anggota DPRD Purwakarta di persidangan, tidak pernah ada kegitan bimbingan teknis pada tanggal tersebut.Sebelumnya, pada 2017, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung memutus bersalah Sekretaris DPRD Purwakarta, H Maulana Syachrul Koswara karena melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor dengan pidana satu tahun tiga bulan.Bersamaan dengan itu, hakim juga memutus bersalah Qodariyah Aryanto dari pihak swasta karena melakukan tindak pidana sebagaimana yang dialami Syahrul Koswara dengan pidana penjara 1 tahun 5 bulan. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 129 juta. Lagi-lagi, kasus yang membelit Syachrul ini terkait perjalanan dinas fiktif.Kini dua tahun usai kasus SPPD fiktif, kinerja para anggota DPRD dan kesekretariatan DPRD di sana kembali disorot, usai mencuatnya dugaan korupsi bukti pembayaran atau kuitansi bodong dan lokasi fiktif kegiatan reses.Ketua Harian DPC LSM Kompak Kabupaten Purwakarta, Pandu Fajar Gumelar, menilai memiliki fungsi legislasi dan fungsi anggaran, DPRD memiliki fungsi utama sebagai pengawas dan juga pemantau setiap pelaksanaan peraturan daerah serta mengawasi penggunaan anggaran yang sudah disahkan dalam APBD.“Bagaimana publik di Purwakarta mau percaya dengan fungsi pengawasan yang melekat pada para wakil rakyat (anggota DPRD) itu, jika dalam praktek penggunaan anggaran kegiatannya sendiri mereka berlaku curang?” kata Pandu kepada awak media.Lanjut Pandu, fungsi pengawasan tidak akan dengan baik, jika para anggota dewannya sendiri tidak menunjukan profesionalisme dalam menjalankan fungsinya, yang ada munculnya kehilangan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif itu.“Sejauh ini kami belum melihat adanya bantahan terhadap dugaan praktek curang tersebut, baik dari anggota, pimpinan dewan atau pun dari kesekretariatan dewan. Jangan-jangan memang terjadi demikian? Ini harus disikapi, jangan ada seolah-olah pembiaran dari aparat terkait,” ujar Pandu.Kata Pandu, jika terjadi pembiaran terhadap perkara tersebut, ia dan elemen lainnya di Aliansi Kiansantang akan melakukan gerakan-gerakan moral agar hal ini bisa ditindaklanjuti. “Dalam waktu dekat kita akan beraudiensi dan mempertanyakan hal ini, atau aksi-aksi lain jika memang diperlukan,” ujar Pandu.Hingga naskah ini ditulis, awak media belum bisa mendapatkan pernyataan atau klarifikasi atas permasalahan tersebut, baik dari Anggota DPRD, Pimpinan DPRD maupun dari pihak Kesekretariatan DPRD Purwakarta. (san/mhs)