KARAWANG- TPAS Jalupang menjadi tempat di Desa Wancimekar Kecamatan Kotabaru menyisakan cerita lain di balik kondisinya yang overkapasitas dan tiga mesin insenerator super mahal milik Pemkab Karawang yang kini terkubur sampah. Banyak kisah yang dialami oleh para pengepul sampah yang setiap harinya hidup dari sampah-sampah yang dianggap tak bernilai lagi oleh pembuangnya. Sebagian dari para pengepul ketiban untung menemukan ‘harta karun’ di balik tumpukan sampah yang diulak-alik olehnya.Sumiyati (51) warga Desa Pangulah Utara salah satu dari sekian banyak pemulung yang setiap hari datang ke TPAS Jalupang bercerita jika orang-orang yang datang menjadi pengepul sampah di sana bukan hanya orang Karawang saja. Tapi juga dari luar daerah, seperti daerah JawatTengah.“Kalau sekarang kebanyak malah orang Bandung,” kata Sumiyati yang juga bercerita selain menjadi pengepul sampah di TPAS Jalupang ia juga berprofesi menjadi buruh tani.Ketika awal-awal menjadi pengepul sampah di TPAS Jalupan, Sumiyati mengaku langsung sakit, Hidungnya belum terbiasa menciumi bau-bau tak sedap dari gunungan sampah di sana. “Awal-awal masuk, mah eneg, makan ga bisa makan. kalau udh biasa mah biasa aja,” kata Sumiyati. Wanita yang tak melepaskan kerudungnya saat mengepul sampah ini kepada KBE juga menceritakan pengalaman ia dan teman-temannya menemukan ‘harta karun’ berupa uang, hingga barang berharga. Penemuan uang dialami langsung oleh teman dia. Kata Sumiyati, uang yang ditemukan oleh temannya sangat banyak di dalam kantong keresek. Saat dihitung jumlahnya ada Rp 6 juta.Cerita lain, yang kebalikan dari cerita penemuan uang, kata dia, ada temannya yang lain juga pernah menemukan kepala manusia. Kejadiannya terjadi sekitar tiga tahun lalu. Saat awal-awal ia menjadi pengepul sampah di TPAS Jalupang.“Dulu-dulu pernah ada kepala orang. Pemulung yang lain pernah dapet kalung, terus di duit sekeresek 6 juta. Banyak cerita yang lain. Kalau saya pernah dapet beberapa hape,” beber Sumiyati. Usai bercerita tentang penumuan uang hingga kepala manusia, tim redaksi KBE diajak oleh Sumiyati ke tumpakan tertinggi sampah di TPAS Jalupang. Dari atas tumpukan sampah ia menunjuk lokasi kediamannya di Desa Pangulah Utara. TPAS Jalupang lokasinya memang berada di antara Desa Wancimekar dan Desa Pangulah Utara.Sumiyati juga memperlihatkan saung yang dibangun oleh para pengepul sampah. Saung itu dibangun di atas gunungan sampah. “Sengaja dibangun di sini buat berteduh kalau kepanasan,” kata dia.Ia bercerita uang yang ia berhasil bawa pulang setiap harinya hanya sekitaran 30-40 ribu. Supaya terkumpul lebih banyak, biasanya ia menjualnya tiga hari sekali. Jika untung, bisa membawa uang Rp 110 ribu. Jika sedang apes, paling besar ia hanya bisa membawa pulang uan Rp 80 ribu hasil kerjanya selama tiga hari.Pengalaman memakan dari sampah sudah menjadi hal yang lumrah baginya. Seperti mobil angkut sampah yang tiba, ia sambil mencari sampah botol plastik, sesekali jika masih ada makanan yang baginya layak, menurutnya bisa dikonsumsi dan Sumiyati mengaku belum pernah merasakan sakit sesudah memakan yang ia dapat dari sampah. “Kayak sampah baru turun, ada jeruk di dalemnya. jeruk dikupas atau apa, gapapa dimakan biasa aja,” kata Sumiyati. (gma/mhs)