Jadi Tersangka, Masih Bisa Pecat Aparatus DesaKABUPATEN BEKASI- Tersangka kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) pungutan liar (pungli) Pipit Haryanti diduga masih mengatur roda Pemerintahan Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan dari dalam penjara, bahka diduga ia masih bisa memecat aparatus desa.
Setelah viral surat yang bertanda tangan Kepala Desa Lambangsari tentang lokakarya mini Triwulan III yang dilakukan oleh pihak Desa Lambangsari pada 24 Agustus 2022 lalu. Kini, beredar informasi Pipit memberhentikan aparatur desa bernama Amin Iskandar yang menjabat staf perencanaan Pemerintah Desa Lambangsari.
Surat pemberhentian itu viral di group WhatsApp, dalam surat peringatan bernomor 780/100/kasi.pem/VII/2022 bernarasikan Amin Iskandar diberhentikan sebagai staf desa yang ditandatangani oleh Kepala Desa Pipit Haryanti pada 22 Agustus 2022.
Baca Juga:Timsus Polres Intai Gudang
yang Dicurigai Timbun BBM SubsidiInflasi Tantangan Serius Bagi Pemda
Padahal, Pipit sendiri ditahan oleh Kejari lantaran terjerat pungli korupsi program Presiden Jokowi sejak 2 Agustus 2022 dan diperpanjang masa penahanan hingga saat ini, artinya surat itu ditandatangani Pipit saat ia sebagai tahanan Kejari.
Sementara dikonfirmasi, Camat Tambun Selatan Junaefi mengaku tidak tahu menahu perihal pemberhentian aparatur desa tersebut.
Ketua BPD Lambangsari Tuti juga mengaku baru mengetahui mengenai surat pemberhentian kepada salah satu aparatur desa.
Menanggapi hal tersebut Tokoh masyarakat Desa Lambangsari, Daryanti Rustiana Lestari, menyayangkan hal itu sendiri dan mempertanyakan surat edaran tersebut.
“Bukannya aparatur wilayah atau kepala desa gugur semua kewajibannya sebagai kepala desa apabila dia nyatakan sebagai tersangka kasus korupsi, makar, terorisme, dan kasus kasus lain yang mengancam keamanan negara,” Daryanti, saat dihubungi.
“Bukannya seharusnya kepala desa itu di berhentikan sementara oleh bupati atau walikota saat dia sudah dinyatakan tersangka hukum,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi tak kunjung menonaktifkan tersangka kasus korupsi pungutan liar (pungli) PH sebagai Kepala Desa Lambangsari Pendaftaran Sistematis Tanah Lengkap (PTSL) menimbulkan pertanyaan masyarakat.Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Arjuna, Zuli Zulkifli menilai Kepala DPMD Kabupaten Bekasi terkesan memperlambat proses penonaktifan dan diduga ada unsur politis kedekatan dengan tersangka kasus korupsi. “Sudah jelas amanat undang-undang terkait kepala desa korupsi harus dinonaktifkan. Sangat prihatin kalau melihat kondisi ini, DPMD malah tidak konsisten,” tutur Zuli kepada awak media.Dalam Pasal 42, Undang-Undang Desa kata dia sudah jelas kepala desa dinonaktifkan jika menjadi tersangka dalam kasus korupsi ataupun makar. Ia pun menilai alasan Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan menanti status hukum resmi dari Kejari hanya akal-akalan untuk memperlambat proses penonaktifan PH.“Menurut kita dari sisi di mana ada kepala desa tersangkut pidana korupsi dan langsung ditahan harus langsung dinonaktifkan. Sudah jelas delik pidana korupsi. Itu akal-akalan DPMD menjalankan Undang Undang desa,”papar Mantan Ketua Forum BPD Kabupaten Bekasi ini.Ia pun membandingkan dengan Kepala Desa Sukadanau yang menjadi tersangka kasus perzinaan, saat itu DPMD langsung bergerak cepat menonaktifkan Kepala Desa Sukadanau. “Cenderung ke sana (politis), sebenarnya tidak boleh karena tekanan atasan, harus mengacu pada UU Desa karena ini UU khusus pemerintahan desa,”tuturnyaPipit diduga melanggar pasal 12 huruf e subsider Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal itu juga, PH terancam dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. (dim/bbs/mhs)