Minta Kejagung Copot Kajari BekasiKABUPATEN BEKASI- Kepala Desa Lambangsari Pipit Heryanti (PH) melakukan perlawanan atas penetapan tersangka Pipit dalam kasus pungutan liar (Pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi. Melalui pengacaranya, Pipit minta kejaksaan agung mencopot Kajari Bekasi.. Kuasa hukum Pipit, Bambang dalam keterangannya, mengatakan jika kasus yang menjerat kliennya sangat politis, banyak pelaku lain yang ikut menerima aliran dana dari pungli tersebut, namun hanya Pipit yang jadi tumbal.“Kami melihat, kasus korupsi yang dialami klien kami tidak berdiri sendiri, tentunya dalam kasus ini ada panitia PTSL, ada Sekdes, ada Kasi pemerintah, BPD, ada RT dan RW, dan kepala dusun, yang ikut menikmati aliran dana itu, pungutan sebesar Rp400 ribu kan kesepakatan bersama, kenapa cuma bu Pipit yang dijadikan tersangka?,” katanya. Ia menyebut biaya PTSL berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) hanya sebesar Rp150 ribu, tapi untuk munculnya angka pungutan Rp 400 berdasarkan keputusan bersama, hal ini memang kekeliruan, dan salah tapi bukan atas prakarsa Kades, tapi keputusan yang dibuat oleh Sekdes, Kasi pemerintahan, BPD, RT dan RW maka dilakukan pungutan itu. “Kepala Kejaksaan dalam melakukan penegakan hukum tebang pilih, ada muatan politis, saya tidak sepakat jika Sekdes dan Kasi pemerintahan dibiarkan bebas, kalau memang ingin menegakan hukum, semestinya mereka juga dijadikan tersangka, kalau hanya Kades yang ditahan, ini kan politis namanya,” jelasnya. Pihaknya meminta agar Kejaksaan Agung agar mengevaluasi kinerja dari Kajari Kabupaten Bekasi karena tidak profesional dalam penegakan hukum kasus kliennya itu. “Semestinya Kajari juga melakukan pendamping hukum soal PTSL, di tempat lain pungli PTSL nilainya lebih dari Rp400 ribu, selama ini tidak ada pendampingan setiap untuk mencegah terjadinya Pungli, Kejari fungsinya apa? semestinya harus memberikan edukasi, ini langsung ditegakkan hukum, kalau mau begitu harusnya setiap yang terlibat angkut dan dijadikan tersangka,” ucapnya. Ia berharap jika ingin ditegakkan hukum, harus berlaku seadil-adilnya, jangan tebang pilih, yang terlibat Pungli PTSL harus dijadikan tersangka, jika tidak ini menjadi cermin ketidakmampuan Kepala Kejari dalam bekerja. “Tindakan korupsi tidak berdiri sendiri dan dilakukan bersama-sama, untuk aliran dana Rp400 per sertifikat, dibagi untuk Kades Rp80 ribu yang digunakan untuk kegiatan operasional kesektariatan dan sosialisasi bukan untuk pribadi, Sekdes diberikan Rp60 ribu untuk pribadinya, Kasipem dibagi Rp 60 ribu, RT Rp50 ribu, RW Rp 50 ribu, BPD Rp15 ribu, Kadus Rp35 ribu, untuk input komputer Rp20 ribu, dan kesektariatan Rp 35 ribu,” tutupnyaBambang menjelaskan, biaya pungutan PTSL itu juga atas kesepakatan bersama warga dan tidak ada yang merasa terbebani dengan adanya pungutan itu, justru mereka merasa terbantu, bahkan dari 1000 lebih PTSL beberapa bidang tanah juga digratiskan. (bbs/mhs)