Penasehat Ikatan Pedagang Pasar Rengasdengklok (IPPR), H. Ade Datuk alias Ade Dedi Suhandi mengatakan masalah muncul saat tahun 2017, padahal di periode awal pemerintahan Bupati Cellica tidak ada masalah dengan pasar. Saat itu, kata Ade Datuk ada PT Visi Indonesia Mandiri (VIM) yang melakukan sistem take over atas PT Kaliwangi, pihak swasta yang mengelola sebelumnya.
Karena sistem take over itu, IPPR dan para pedagang mengira akan melanjutkan sistem seperti apa yang sudah terbangun oleh PT Kaliwangi. IPPR tidak banyak bertanya soal perubahan kesepakatan. Termasuk soal harga, kompensasi, dan lainnya, IPPR menyadari kejanggalan saat adanya pengajuan harga oleh PT VIM.“Dari pengajuan harga itu, barulah terlihat bahwa ada poin usulan pada SK Bupati Ahmad Dadang yang tidak sesuai. Pertama soal harga, karena tidak sesuai dengan yang ada pada NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), kedua tentang kompensasi bangunan,” terang Ade.Meski begitu, IPPR menyadari perjanjian dan SK tersebut telah berjangka lama dan sangat mungkin ada kenaikan harga. Tetapi, Ade menegaskan, harga yang ditawarkan oleh PT VIM sangat mahal. Seluruh lokal yang ada di pasar Rengasdengklok, kata Ade menginginkan berunding kembali terkait masalah harga.“Sekarang tawaran harga permeter itu Rp 19,5 juta, kalau satu lokal 3×3 meter, sudah berapa, ratusan juta, sangat mahal. Masyarakat kan enggak tahu soal sistem BOT (Build Operate and Transfer), itu urusan pemerintah dengan PT VIM, warga pasar tidak neko-neko, melihat dari kondisi, pasar memang sudah tidak layak. Kami siap pindah, tapi jangan terlalu membebani, Purwakarta saja mampu merelokasi dengan sistem relokasi gratis,” tutup H. Ade Datuk. Pedagang rempah di pasar Rengasdengklok, Siti Jubaedah (40) seroang ibu beranak empat memohon pemerintah daerah melihat ia dan pedagang lain seperti manusia, bukan hewan. Sebagai pedagang kecil, jika dipindahkan, mohon dengan tolong, terang Siti, jangan dianggap seperti hewan.“Kaya kemaren itu yang diobrak-abrik, sedangkan mereka butuh makan, anaknya butuh jajan, sekarang mereka enggak jualan, dari mana mereka dapet penghasilan. Liat rakyat kecil ini. Pedagang diberatkan dengan kisaran harga 200 juta, yang 30% harus ada masuk DP, 70% masuk limpahan pinjaman ke bank. Tapi kita kan pedagang kecil, kalau kondisi begini, jangankan untuk bayar cicilan satu bulan, untuk satu hari aja kita udah mikir ““Sekarang ada kabar mau direlokasi, mau ada demo, dan lain-lain, ini dari pagi enggak ada yang beli gara-gara pasarnya rame, pada takut. Sekarang saya anak masih kecil-kecil, ada empat, masih pada sekolah semua, minimal kami jangan diberatkan, itu aja,” tambah Siti.(cr1/mhs)