Balik lagi ke cerita. Kenekatan dan otak jahil mereka muncul di hadapan Karno dan Hatta yang kukuh ogah menuruti kemauan para anak muda itu. Para anak muda kembali mengancam bakal melakukan revolusi, dan deklarasi kemerdekaan harus dimulai malam itu juga. Jika tidak, mereka mengancam Jakarta akan chaos.
Alih-alih terpancing. Kedua orang angkatan tua yang ada di depan mereka justru santuy. Hatta yang tetap dingin hanya bertanya, “Lalu kondisi Jakarta sekarang seperti apa?”
Soekarni yang sadar betul, ancaman mereka tadi sebetulnya asal bunyi saja, menjawab, “Saya belum dapat kabar dari Jakarta.” Aku membayangkan Soekarni saat itu tetap menjaga mimik muka serius atas apa yang dia tidak tahu sama sekali.
Baca Juga:Meriahnya Menyambut Hari Kemerdekaan di Mal Galuh MasDilepas Dani Ramdan, Jalan Sehat Disbudpora Kabupaten Bekasi Diikuti Ribuan Peserta
Jauh di Jakarta. Langit masih normal, tak ada bising misil, apalagi asap bom. Ya! revolusi yang dipakai untuk ngemodus dua seniornya memang tak pernah ada. Yang ada justru adalah para kawanan angkatan Soekarno dan orang Jepang yang kalap kehilangan Soekarno-Hatta. Padahal 16 Agustus sedianya dijawadwalkan akan ada rapat PPKI.
Ahmad Soebardjo, mengetahui ke mana dua sohibnya dibawa. Ternyata ke daerah di ujung tanah lahirnya. Rengadengklok, Karawang. Dia segera mendatangi Laksamana Maeda. Kenapa ke Maeda dan kenapa Maeda mau? sudah berlimpah banyak bacaan alasan kenapa saat itu Maeda mau, dan kenapa ujungnya kelompok muda melunak. Maeda adalah salah satu orang yang sangat dekat dengan kelompok muda dari 3 kelompok yang saya tulis di atas. Jadi hubungannya dengan para pemuda sangat cair. Sobardjo juga dikenal dekat dengan para anak muda. Soebardjo sering jadi pembicara diskusi anak muda—silih berganti diundang ngisi materi dengan Sjahrir atau Tan Malaka. Lobi-lobi Maeda dan Soebardjo kepada anak muda sukses meski dengan hati yang berat bagi para anak muda. Soekarno-Hatta bisa dibawa lagi ke Jakarta.
Mungkin di pikiran anak muda, selagi Karno-Hatta belum sampai ke Jakarta, kesempatan belumlah pupus. Maka, dalam perjalanan ada saja kenekatan, kejahilan khas anak muda yang terjadi.
Selepas meninggalkan Rengasdengklok. Mungkin, mungkin ya, lokasinya di pesisiran Bekasi, Soekarni yang saat itu menjadi sopir mobil otto yang ditumpangi Soekarno tiba-tiba berucap dengan nada pura-pura takut. “Bung, rakyat sudah mulai berontak, membakari rumah-rumah orang Tionghoa. Lebih baik kita berangkat (balik lagi) ke Rengasdengklok!”