Berikut sejarah Taman Ismail Marzuki (TIM) Perpustakaan Cikini Jakarta, serta fasilitas yang terdapat di dalamnya, hingga harga tiket untuk masuknya.
Taman Ismail Marzuki (TIM) yang merupakan tempat berkumpulnya para seniman sejak tahun 1968, ternyata dulunya menjadi lokasi kebun binatang loh. Lalu, kenapa diubah menjadi taman budaya ya?
Terdapat sejumlah fasilitas yang disediakan untuk pengunjung, seperti Co-Working Space buat mereka yang ingin bekerja di suasana baru.
Baca Juga:Cara daftar Keanggotaan Perpustakaan Jakarta Cikini, Perbedaan Fasilitas Untuk Anggota dan Non-AnggotaSejarah Perpustakaan Cikini, dan Cara masuk Ke Perpustakaan Jakarta Cikini
Melansir Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, taman ini dipilih sebagai pengganti Pasar Senen dan Balai Budaya Jakarta yang pada saat itu tak lagi digunakan lantaran adanya perpecahan ideologi politik.
Rancangan pembangunan tempat ini diserahkan kepada para seniman dan budayawan untuk diketik oleh Arifin C Noer.
Sejak berdiri pada tahun 1968, TIM menjadi saksi terjadinya eksperimen artistik para seniman Indonesia yang waktu itu banyak difasilitasi oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Banyak karya penting yang ditampilkan, misalnya dengan menyaksikan pertunjukan perdana Teater Koma di akhir 1980an ataupun pertunjukan teater garda depan, Teater SAE di akhir 1980an.
Selain itu, TIM juga menjadi panggung bagi seniman dunia ternama seperti koreografer modern asal Amerika Serikat, Martha Graham dan koreografer Jerman, Pina Bausch yang tampil pada 1974, serta pertunjukan kelompok butoh pertama di Indonesia, Byakkosha pada 1981.
Hal inilah yang akhirnya membuat TIM dijadikan kompleks pendidikan. Sejumlah lembaga kesenian didirikan, salah satunya Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang saat ini bernama Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Fasilitas hingga Harga Tiket TIM
TIM yang mengalami revitalisasi sejak 2019 lalu, kini telah kembali dengan wajah baru dan mengusung konsep The New Creative Hub & Art Center dan The New Urban Tourism Destination.