Masjid Agung memiliki tiga menara yang khas, dengan ratusan batang pohon palem, yang dikenal sebagai ‘toron’, menonjol keluar dari dinding bangunan.
Setelah mengunjungi tempat ini pada awal 1900-an, dengan penuh semangat, jurnalis Perancis Félix Dubois menggambarkan masjid itu sebagai ‘persilangan antara (bentuk) landak dan organ gereja’.
Masjid Agung tetap sejuk bahkan selama hari-hari terpanas.
Sebuah kisi dari 90 kolom kayu menopang atap dan dinding, yang menginsulasi sengat panas matahari.
Baca Juga:6 Merk AC Terbaik 2023, Cepat Dingin dan Hemat Listrik Cek Selengkapnya Salah Satunya Yang Kamu PakaiMana AC Yang Bagus Tahan Lama Dinginnya AC Polytron Smart Neuva Pro VS LG Cek Keunggulannya
Atapnya, sementara itu, memiliki beberapa bukaan yang memungkinkan aliran udara segar masuk saat musim kemarau, tetapi dapat ditutup dengan penutup terakota selama musim hujan.
Ruang sholat masjid dapat memuat 3.000 orang.
Menurut Unesco, karakter Djenné ‘ditandai oleh arsitektur yang luar biasa dan struktur perkotaannya, harmoni yang langka’, dan Masjid Agung menunjukkan hal ini.
Terlepas dari sejarahnya selama berabad-abad, masjid ini tetap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat modern.
“Masjid Djenné adalah simbol kohesi sosial setiap tahun, partisipasi komunal dalam pekerjaan pemeliharaan menunjukkan rasa kebersamaan dan ekspresi bagaimana cara hidup bersama,” kata Balassin Yaro, wali kota Djenné.**