Pengaruh media sosial ini kemudian mendorong pengguna lain untuk berpikir bahwa bekerja keras adalah hal yang keren. Akibatnya, muncul efek bola salju, karena pengguna media sosial lainnya merasa tertarik untuk menunjukkan kesibukan mereka agar mendapatkan perhatian dari lingkungan media sosial mereka. Fenomena inilah yang mendorong maraknya hustle culture.
Burnout adalah suatu kondisi ketika seseorang mengalami kelelahan yang melibatkan aspek fisik, emosional, dan mentalnya yang disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan.
Jadi, burnout adalah jauh lebih dari sekadar hilangnya motivasi atau munculnya rasa malas dalam diri.
Terdapat banyak indikator yang dapat membantu mengidentifikasi kondisi ini, termasuk:
Baca Juga:Newborn Mom Ketahui Ini, Tahap Perkembangan Bicara pada BayiResep MPASI Bayi Usia 6 Bulan, Bubur Susu Mangga yang Manis dan Bergizi
- Perasaan mudah marah
- Mengalami sakit kepala kronis
- Menurunnya produktivitas di lingkungan kerja
- Merasa terjebak dan tidak mampu berbuat banyak
- Kerap meragukan kemampuan diri sendiri
- Kebiasaan menunda pekerjaan yang semakin sering
Kehilangan waktu untuk kehidupan pribadi
Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life balance) menjadi kunci untuk menjaga kesehatan mental yang mungkin terganggu selama bekerja. Ini adalah momen di mana kamu bisa merefresh diri dan menikmati hal-hal yang kamu cintai bersama orang-orang yang berarti bagimu.
Namun, ketika seseorang terjerat dalam budaya hustle, waktu untuk kehidupan pribadi menjadi sesuatu yang sangat langka. Bahkan untuk beristirahat saja, hal itu sering hanya diperhatikan jika tersisa sedikit waktu luang.
Ketidakpuasan terhadap hasil kerja
Individu yang terperangkap dalam budaya ini cenderung sulit untuk puas dengan pencapaian mereka. Mereka terus-menerus membandingkan diri mereka dengan orang lain dan merasa tidak pernah cukup.
Untuk memenuhi standar yang sering tidak realistis, mereka bersedia untuk menerima beban kerja tambahan atau tanggung jawab hanya untuk merasa sukses. Begitu kamu merasa terjebak dalam spiral ini, seringkali sulit untuk menemukan dampak positif dari budaya gila kerja ini.
Misalnya, atasan yang selalu menghubungi kamu pada akhir pekan dan malam hari, meminta kamu untuk terlibat dalam perencanaan proyek. Sebagai seorang yang termotivasi oleh standar hustle culture, kamu mungkin bersedia melakukannya tanpa henti.***