Tantrum adalah reaksi wajar yang sering terjadi pada anak-anak, termasuk menangis keras, berteriak, melempar barang, dan lainnya. Untuk itu Ayah dan Bunda perlu tahu tips hadapi anak tantrum agar tidak salah langkah dan malah berdampak negatif.
Ketika anak menghadapi tantrum, penting bagi Ayah dan Bunda untuk memahami situasinya. Melansir CNBC, Psikolog klinis Ray Levy, Ph.D., yang berbasis di Dallas mengungkapkan bahwa anak usia 1-4 tahun belum memiliki keterampilan penyelesaian masalah yang matang.
Pada saat tantrum, penting untuk menjaga kendali emosi dan berusaha memahami situasi dengan lebih baik.
Baca Juga:Parents, Lakukan 2 Kegiatan Ini di Usia Emas agar Anak Jadi CerdasKenapa Ribuan Burung Raptor dari Rusia Migrasi ke Karawang? Ada Apa di Karawang? Yuk Cek Faktanya!
Mengacu dari Parents, tantrum, yang sering disebut sebagai temper tantrum, merupakan pernyataan emosi yang terjadi akibat kemarahan atau frustrasi. Dr. Levy menjelaskan bahwa esensi dari setiap tantrum adalah ketika anak merasa tidak memperoleh apa yang mereka inginkan.
“Untuk anak berusia 1 hingga 2 tahun, tantrum seringkali muncul ketika mereka mencoba menyampaikan kebutuhan seperti ingin minum susu, mengganti popok, atau mengambil mainan, tetapi mereka belum memiliki keterampilan bahasa yang memadai untuk melakukannya,” kata Dr. Levy.
Pada balita yang lebih tua, tantrum dapat menjadi bentuk mengekspresikan kontrol.
“Ketika anak mencapai usia 3 atau 4 tahun, mereka telah menjadi lebih mandiri. Mereka lebih sadar akan kebutuhan dan keinginan pribadi mereka dan cenderung ingin mengutarakan keinginan tersebut,” ungkap Dr. Levy.
Meskipun anak-anak prasekolah sudah bisa menggunakan kata-kata untuk berkomunikasi, hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak akan mengalami kemarahan. Mereka masih sedang belajar bagaimana mengelola emosi mereka, dan konflik kecil bisa muncul dengan cepat.
Penting untuk diingat bahwa tantrum bukan tanda dari keberhasilan pola asuh yang buruk. Sebaliknya, tantrum adalah bagian penting dari perkembangan anak.
“Tantrum membantu anak-anak belajar cara mengatasi emosi negatif mereka,” kata psikolog klinis Linda Rubinowitz, Ph.D., seorang terapis pernikahan dan keluarga di The Family Institute di Northwestern University di Evanston, Illinois.