Sering di anggap sebagai sinonim, namun sebenarnya terdapat perbedaan antara nikah dan kawin. Ketika membahas kehidupan berkeluarga dan hubungan antara dua individu, seringkali kata-kata “nikah” dan “kawin” di gunakan secara bergantian.
Meskipun kedua istilah ini sepintas sama, masing-masing punya makna dan konteks yang berbeda Lantas, apa perbedaan nikah dan kawin?
1. Penggunaan Kata dalam Undang-undang
Perbedaan antara nikah dan kawin juga dapat di lihat dari penggunaan kata tersebut dalam perundang-undangan, terutama di Indonesia. Menurut Mahkamah Agung, istilah “kawin” secara resmi di gunakan dalam Undang-Undang di Indonesia.
Baca Juga:Perbedaan Nikah dan Kawin, Dalam Segi Makna dan KontekstualMengenal Lebih Jauh Selaput Dara, baik dari Bentuk Maupun Jenisnya
Meskipun awalnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di sebut sebagai Undang-Undang Pernikahan. Namun ketika di promulgasi, namanya berubah menjadi Undang-Undang Perkawinan.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa istilah “kawin” di pilih agar tidak terkesan hanya berlaku untuk orang Islam. Sesuai dengan perubahan nama dalam undang-undang tersebut. Sementara itu, kata “nikah” lebih umum di gunakan dalam konteks acara formal tertentu. Penggunaan istilah “perkawinan” dalam undang-undang Indonesia, bukan “pernikahan,”
Terkait dengan konteks hukum dan definisi yang lebih luas yang ingin diatur oleh undang-undang tersebut. Dengan kata lain, undang-undang mengatur seluruh aspek yang berkaitan dengan keadaan menjadi suami istri, tidak hanya upacara pernikahannya.
Namun, meski kawin memiliki konotasi yang lebih negatif, seperti merujuk hanya pada hubungan biologis atau hubungan seksual, nyatanya kata perkawinan lebih dipakai dalam aspek legal setelah dilakukannya pernikahan.
Karena kata perkawinan lebih umum dan bisa dikenakan secara menyeluruh ke berbagai lapisan masyarakat terlepas dari budaya dan agama serta tradisi pernikahan yang dilakukan.
Dalam ranah hukum, perkawinan tidak hanya mempertimbangkan prosesi atau ritual, tetapi juga memperhitungkan aspek-aspek sosial, ekonomi, dan administratif yang terkait. Ini mencakup registrasi perkawinan, kewajiban pajak, hak waris, dan pertimbangan-pertimbangan hukum lain yang timbul akibat status perkawinan.