Hari itu Vic gagal mengantar saya karena tidak diizinkan majikan. Dia memang baru tiba dari liburan ke tanah air. Jadi banyak pekerjaan di rumah majikan.
Yang seperti itu juga dialami Jujuk. “Setiap pulang dari Indonesia saya lihat rumah majikan saya seperti kapal pecah,” gurau Jujuk. Padahal hanya ditinggal tiga minggu.
Jujuk tidak pernah dapat izin pulang lebih tiga minggu. Mungkin takut kapalnya karam. “Rumah baru rapi lagi setelah dua minggu kemudian,” kata Jujuk.
Baca Juga:Imigrasi Karawang Sisir Tenaga Kerja Asing, Minta Tiap Perusahaan Melaporkan Aktivitas TKA di Tiap BulanTemuan Bawaslu: Logistik Pemilu Tidak Dikawal bahkan Truknya Sempat Ditinggal
“Apakah tidak pernah mengancam untuk berhenti kalau tidak diizinkan lebih tiga minggu?” tanya saya.
“Tidak pernah,” kata Jujuk.
“Kenapa?”
“Saya kasihan dengan anaknya yang nomor dua. Kalau lama saya tinggal dia sakit,” ujar Jujuk.
Yang seperti itu banyak. Hari Minggu lalu itu saya lihat anak kecil dengan baju sangat bagus digendong wanita Indonesia di Taman Victoria.
Pasti itu anak majikan. Benar. Kenapa anak majikan dibawa liburan?
“Saya ingin liburan di Victoria. Tapi anak ini tidak mau pisah dengan saya. Majikan membolehkan saya bawa ke Victoria,” ujar wanita itu. Umur anak itu belum dua tahun.
Vic dan wanita itu termasuk yang belum tahu kalau tidak akan ada TPS lagi di Victoria.
Tahun ini semua kartu suara akan dikirim ke rumah majikan mereka.
Tentu mereka boleh mencoblos kapan saja. Tidak harus pada tanggal Pemilu. Nggak ada yang tahu. Pun waktu mengirimkan kembali kartu yang sudah dicoblos. Tentu boleh kapan saja. Petugas penghitung suaralah yang perlu tahu kapan surat suara itu boleh dibuka.
Bagi para capres, mereka mau mencoblos saja sudah bagus. Untuk apa ada aturan rumit bagi mereka. (*)