4 Orang Tergeletak Bersimbah Darah dan Tewas Saat Carok Massal di Bangkalan, Begini Awal Mula Carok Madura

4 Orang Tergeletak Bersimbah Darah dan Tewas Saat Carok Massal di Bangkalan
4 Orang Tergeletak Bersimbah Darah dan Tewas Saat Carok Massal di Bangkalan
0 Komentar

Awal Mula Carok Madura

Terlepas dari kasus-kasus tersebut, berikut ini sekilas tentang Carok. Mulai dari sejarahnya hingga perspektif masyarakat Madura mengenai budaya Carok.

Carok: Obatnya Malu Adalah Mati

Bagi warga Madura, menjunjung harga diri itu penting. Oleh karena itu, ketika harga diri diruntuhkan orang lain, maka timbul malo atau rasa malu.

Rasa malu muncul karena yang bersangkutan merasa tada’ ajina (tidak ada harganya). Jika masalahnya sudah terbilang rumit, maka berpotensi berujung Carok.

Baca Juga:Seleksi PPIH Arab Saudi tingkat Pusat Sudah Dibuka Sejak 11 Januari 2024, Ayo Daftar Sebelum Ditutup 10 Januari 2024Konser Musik Pesta Rakyat Ganjar-Mahfud Disusupi Pendukung Capres Lain, Rusuh Saat Sekelompok Orang dalam Kondisi Mabuk Teriak-teriak Capres Lain

Yang membuat Carok berbeda dengan perkelahian biasa adalah serangkaian prosesnya. Mengutip jurnal berjudul Pergeseran Makna Carok Bagi Masyarakat Pulau Sapudi Kabupaten Sumenep Madura 1970 – 2010 yang disusun Supriyadi, I Ketut Ardhana, dan Anak Agung Ayu Rai Wahyuni, sebelum Carok ada sidang keluarga yang digelar untuk mengatur skenario Carok. Sidang tersebut membahas rencana pembunuhan hingga pasca-Carok.

Secara tatanan sosial, masyarakat Madura melakukan pembenaran terhadap tradisi Carok. Bahkan jika ada orang yang harga dirinya merasa terinjak namun tidak melakukan pembalasan, mereka akan dicap sebagai penakut.

Carok tak bisa dilepaskan dari ungkapan Madura yang berbunyi Tambana Malo, Mate. Artinya, Obatnya Malu Adalah Mati.

Contoh kasus yang berpotensi menyulut Carok seperti adanya gangguan yang ditujukan kepada istri dan anak perempuan. Jika tidak terima dengan pelecehan itu, maka sang suami akan tersulut untuk mengagendakan Carok melawan si pengganggu.

Sebab, istri dan anak bagaikan martabat seorang laki-laki atau suami yang benar-benar harus dijaga. Istilah lainnya adalah Bhantalla Pate atau Landasan Kematian.

Di samping itu, ada alasan lain yang membuat seorang suami diwajibkan menjaga istrinya. Itu merupakan buah dari sistem perkawinan di Madura.

Di mana dalam sebuah pernikahan, orang tua perempuan sudah menyiapkan rumah untuk tempat tinggal pasangan baru. Itu menimbulkan posisi yang tidak seimbang, yang membuat suami harus sadar akan tanggung jawabnya menjaga kehormatan sang istri dan anak saat berumah tangga.

0 Komentar