Berbagai macam bentuk pelanggaran pemilu telah ditangani dan ditindaklanjuti oleh pengawas pemilu, baik di tingkat Bawaslu, maupun di tingkat panwaslu di daerah.
Bentuk pelanggaran Pemilu yang ditangani tersebut adalah berupa pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, dan tindak pidana pemilu.
Belajar dari pengalaman penanganan pelanggaran tersebut, terdapat berbagai kendala dalam pengumpulan alat bukti dan pelimpahan perkara penanganan pelanggaran ke instansi yang berwenang.
Baca Juga:Cekcok Rumah Tangga Berujung Istri Minta Cerai, Suami Marah Sang Istri Dibacok, Ia pun Bunuh DiriSPL FSPMI Pastikan Kawal Perundingan PT Hung-A, Pekerja yang Terkena PHK Massal, Wajib Dapat Pesangon dan Hak Lainnya
Dalam penangan pelanggaran yang berupa tindak pidana pemilu terdapat hambatan yang diemban petugas pengawas pemilu sebagaimana sebelumnya dalam tulisan ini juga sudah dijelaskan.
Hambatan tersebut yaitu adanya pembatasan jangka waktu penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu, dengan keterbatasan jangka waktu tersebut menyulitkan Bawaslu untuk mengumpulkan alat bukti pada proses pengkajian penanganan tindak pidana.
Ketiadaan subjek dalam ketentuan pidana Pemilu, tidak adanya kewenangan pemanggilan paksa dalam suatu pemiriksaan, tidak adanya kewenangan menyita barang bukti yang ditemukan jika dalam proses pengawasan adanya tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Oleh karena itu penting kiranya peran tiga institusi sentra gakkumdu dalam mengoptimalkan keterbatasan peran dari pengawas pemilu. Kepolisian dan kejaksaan sedianya mem-backup pelaksanaan tugas pengawas pemilu.
Dalam mencari solusi alternatif terhadap problem yang di hadapi oleh pengawas pemilu, Tentu saja Bawaslu telah memperkasai adanya memorandum of understanding (MOU) antara Kepolisian, Kejaksaan dan Bawaslu dalam sistem sentra penegakan hukum terpadu (Sentra Gakkumdu).
Selain itu pula hal tersebut Sebagai tindak lanjut pasal 486 ayat satu (1) Undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu Legislatif yang mengatur “untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu, Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Repulik Indonesia membentuk Sentra Penegakan Hukum terpadu”.
Namun yang menjadi kendala adalah belum terjadinya koordinasi yang memadai diantara pengawas pemilu, dan instansi penegakan hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian, belum dapat diterapkannya pasal 486 secara komprehensif.