Perlu diingat bahwa para petani kemudian menjalani kehidupan mereka saat ini. Mereka mengikuti sistem subsisten, menurut Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang Negeri Yang Guncang (2019). Hal ini mengindikasikan bahwa mereka hanya bertani secukupnya untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Jika ada hasil panen yang lebih, hasil panen tersebut akan dijual atau dibayarkan sebagai upeti.
Mereka percaya bahwa membangun kekayaan adalah sebuah proses yang terbuka. Ini menyiratkan bahwa semua orang perlu menjalani prosedur yang transparan dan usaha yang dapat diamati oleh orang lain.
Tuyul bertubuh kecil, botak, dan menurut legenda, ia hanya mengenakan pakaian dalam berwarna putih hampir sepanjang waktu. Menarik untuk dicatat bahwa tuyul diduga dipelihara dan diminta untuk mencuri uang tunai atau barang mahal oleh pemiliknya.
Baca Juga:Ketahui Rahasia Kesehatan: Daun-Daun Ajaib yang Ampuh Menurunkan Kolesterol Secara Alami, Tanpa Efek Samping!Alasan Mengapa Sulit Menaikkan Berat Badan: Apakah Itu Tanda dari Masalah Kesehatan yang Perlu Diwaspadai?
Oleh karena itu, para petani yang cemburu secara konsisten menuduh orang kaya baru mendapatkan kekayaan mereka melalui cara-cara yang tidak etis. Menurut catatan Ong Hok Ham dalam buku yang berbeda berjudul Dari Soal Priayi sampai Nyi Blorong (2002), para pedagang dan pengusaha yang makmur mengalami penurunan status sosial karena tuduhan ini.
Karena tuduhan yang tidak berdasar ini, sosok tuyul menjadi lebih dikenal di Indonesia sebagai sosok magis yang diasosiasikan dengan kemakmuran. Selain itu, masyarakat Indonesia, yang telah menghabiskan banyak waktu untuk hidup dalam masyarakat agraris, mendukung anggapan bahwa tuyul digunakan.