KBEonline.id – Beredar gambar Ketua PCNU Karawang, Deden Permana diduga sedang berkampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 01 Acep Jamhuri dan Gina Swara di dalam masjid dengan cara mengacungkan satu jari bersama sejumlah jamaah masjid, Kamis (24/10).
Menanggapi hal ini Bawaslu Karawang mengimbau agar semua calon atau tim sukses untuk tidak melakukan kampanye di tempat ibadah. Apabila masih nekat melakukan hal tersebut bisa terancam hukuman pidana.
Komisioner Bawaslu Karawang Ahmad Safei menyampaikan, dalam perspektif hukum, tempat ibadah itu merupakan tempat yang rutin digunakan untuk kegiatan ibadah.
Baca Juga:Sapa Warga Purwasari, Cabup Aep Syaepyloh Komitmen Utamakan Kepentingan RakyatPersoalan Banjir dan Tawuran Jadi Sorotan Ahmad Syaikhu di Cirebon
“Kegiatan ibadah dalam pengertian hukum Islam itu adalah dalam arti ibadah yang pokok, yaitu berarti solat, maka dalam hal ini bisa disebut tempat ibadah itu masjid maupun musola yang digunakan secara umum. Kalau musola yang digunakan secara privat maupun hanya untuk keluarga saja, itu tidak termasuk,” papar Ahmad, Kamis, (24/10).
Ia menjelaskan, larangan bekampanye di tempat ibadah telah tercantum dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2024 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang.
“Dalam melakukan kegiatan kampanye harus mengindari tempat-tempat yang dilarang dalam regulasi, salah satunya tempat ibadah,” kata Ahmad.
Ia menegaskan, bagi masyarakat maupun Paslon yang berani berkampanye di tempat ibadah bisa terancam hukuman pidana. Hal ini, kata dia, berdasarkan Pasal 187 UU Nomor 1 Tahun 2014 huruf g, h, i, atau huruf j.
“Pada Pasal 187 UU Nomor 1 Tahun 2014 telah ditegaskan bahwa sanksi bagi setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye Pemilihan Bupati atau Walikota bisa dipidana paling lambat enam bulan atau denda paling sedikit Rp 100 ribu atau paling banyak Rp 1 juta,” jelas Ahmad.
Berbeda dengan kampanye yang dilakukan dalam kegiatan majelis. Ahmad mengungkapkan, bahwa kegiatan berkampanye di Majelis Taklim diperbolehkan asal bukan di tempat ibadah atau ditempat yang pembangunannya didanai oleh anggaran dari pemerintah daerah.
“Kalau kampanye di Majelis Taklim boleh-boleh saja, yang penting tidak di lingkungan masjid ataupun di halaman masjid, juga tidak boleh ditempat yang pembangunannya didanai oleh pemerintah,” kata Ahmad.