KBEonline.id – Pengadilan Negeri (PN) Karawang menjatuhkan vonis 1 tahun 2 bulan penjara kepada Kusumayati, terdakwa dalam kasus pemalsuan tanda tangan untuk akta yang digunakan untuk mengalihkan saham perusahaan. Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim PN Karawang, Neni Andriani, bersama hakim anggota Dedi Irawan dan Hendra Kusumawardana, pada Rabu (20/11/2024).
Vonis yang dijatuhkan lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hukuman 10 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun. Hakim menilai tuntutan percobaan tidak relevan karena pemalsuan akta merupakan kejahatan serius yang ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebut Kusumayati, bersama Dandy Sugianto dan Ferline Sugianto, terbukti menggunakan dokumen palsu untuk mengalihkan saham PT. EMKL Bima Jaya, perusahaan milik almarhum Sugianto, suami Kusumayati. Akibat tindakan ini, saksi pelapor, Stephanie, yang merupakan anak kandung Kusumayati, dirugikan secara materiil dan moral.
Baca Juga:Deklarasi Dukungan, Komunitas Seniman dan Budayawan Siap Terbang dan Menangkan ASIHRS Hastien Karawang Meriahkan Perayaan HKN ke-60 di Karawang
Hal yang memberatkan vonis adalah sikap terdakwa yang tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan berbelit-belit selama persidangan.
“Tindakan terdakwa jelas-jelas merugikan korban dan menunjukkan tidak adanya rasa penyesalan,” ujar hakim dalam putusannya.
Sementara itu, kuasa hukum saksi pelapor, Zaenal Abidin, menyambut baik putusan hakim. Ia menyatakan bahwa putusan tersebut sudah sesuai dengan fakta persidangan dan mempertimbangkan rasa keadilan bagi korban.
“Majelis hakim telah bersikap objektif dan menggunakan hati nurani. Padahal, selama proses persidangan, terdakwa mencoba memengaruhi opini publik dengan framing dan penggalangan massa,” ungkap Zaenal.
Ia juga menyoroti kemungkinan banding oleh JPU Kejati Jabar, meskipun vonis hakim lebih berat dari tuntutan jaksa. “Biasanya, banding dilakukan jika vonis lebih ringan dari tuntutan. Tapi, kita lihat saja bagaimana kelanjutannya,” tambah Zaenal.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat korban telah mengalami ketidakadilan selama 12 tahun sebelum perkara ini berhasil masuk ke ranah pengadilan.