Polemik Perubahan Putusan di PN Karawang: Tergugat Pertanyakan Integritas Peradilan

Wahyudi
Wahyudi menunjuk salinan putusan yang diunggah melalui e-Court sebelum mengalami perubahan kontroversial
0 Komentar

KBEobline.id – Polemik terkait perkara perdata No. 69/PDT.G/2024 di Pengadilan Negeri (PN) Karawang memasuki babak baru setelah perubahan amar putusan yang diunggah melalui sistem e-Court menuai kritik keras dari salah satu tergugat, Wahyudi, Jumat (10/1/2025).

Gugatan yang diajukan oleh PT. Bumi Artha Sedayu terhadap Wahyudi (Tergugat 1), Hj. Oni Jamilah (Tergugat 2), PT. Kharisma (Tergugat 3), dan Yani Karlina Harun (Tergugat 4), menciptakan pertanyaan besar tentang konsistensi putusan pengadilan.

Wahyudi mengungkapkan, pada 30 Desember 2024, PN Karawang melalui e-Court telah memutuskan untuk menolak gugatan penggugat secara keseluruhan. Namun, putusan di bawah kepemimpinan oleh Hakim Ketua inisial NA, serta Hakim Anggota inisial DI dan HK, serta panitera OA, itu tersebut berubah pada 2 Januari 2025 menjadi “Putusan Belum Siap” dengan alasan salah satu hakim majelis sedang cuti. Perubahan terakhir pada 8 Januari 2025 justru menyatakan bahwa Wahyudi dan beberapa tergugat lainnya terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.

Baca Juga:Disparbud Karawang Temukan Masalah Sampah di Banyak Objek Wisata PantaiBangunan Rusak, Siswa SDN Karya Bakti 4 Batujaya Takut Masuk Sekolah

Menurut Wahyudi, perubahan tersebut melanggar Pasal 26 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 7 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Secara Elektronik, yang menyatakan bahwa amar putusan yang diunggah melalui e-Court memiliki kekuatan hukum yang setara dengan putusan yang dibacakan secara fisik.

“Amar putusan sudah diunggah pada 30 Desember, tetapi pada 2 Januari berubah menjadi ‘belum siap’ karena alasan cuti hakim. Ini sangat merugikan kami. Kami mempertanyakan, bagaimana mungkin keputusan yang sudah final bisa berubah hanya karena alasan administratif?” tegas Wahyudi dalam konferensi pers, Jumat (10/1/2025)

Wahyudi menambahkan, kasus ini berawal dari laporan pidana mereka ke Polres Karawang terkait dugaan pencurian, perusakan, dan penguasaan tanah secara tidak sah oleh PT. Bumi Artha Sedayu. Laporan tersebut sudah memasuki tahap SPDP, namun proses hukum tertunda karena adanya gugatan perdata yang diajukan oleh perusahaan tersebut.

“Viktor, pemilik PT. Bumi Artha Sedayu, bahkan tidak pernah memenuhi panggilan penyidik Polres Karawang,” ungkap Wahyudi.

Wahyudi juga menyatakan bahwa PT. Bumi Artha Sedayu tidak memiliki bukti kepemilikan atas tanah yang disengketakan. Tanah seluas 3.567 meter persegi di Desa Gintung Kerta, yang kini difungsikan sebagai danau resapan dalam perum Kartika Residence, telah dibelinya secara sah dari PT. Kharisma.

0 Komentar