KBEonline.id – Tiongkok pertama kali memberlakukan larangan tidak resmi pada konten Korea pada tahun 2017 sebagai tanggapan atas keputusan Korea Selatan untuk menerapkan sistem pertahanan rudal AS, Terminal High Altitude Area Defense (THAAD).
Meskipun pemerintah Tiongkok tidak pernah secara terbuka mengakui larangan tersebut, konten Korea secara efektif dibatasi di Tiongkok, dengan semua ekspor budaya Korea membutuhkan persetujuan dari otoritas Tiongkok, yang sering kali ditolak tanpa penjelasan.
Terdapat perubahan tak terduga dalam pendekatan diplomasi Tiongkok. Mereka mengumumkan niat untuk meningkatkan interaksi budaya dengan Korea Selatan dan berencana untuk memulihkan kolaborasi budaya secara penuh secepatnya pada bulan Mei.
Baca Juga:Baru rilis! Ini Dia Keunggulan Samsung Galaxy S25 UltraKenapa dan Apa penyebab Indonesia Gelap Ramai Sampai Saat Ini?
Inisiatif ini berpotensi menghapus larangan terhadap beragam produk budaya Korea, seperti drama, film, permainan video, dan konser K-Pop.
KDB Future Strategy Research Institute memperkirakan bahwa industri Korea Selatan kehilangan sekitar 15,3 miliar dolar AS (22 triliun won) pada tahun 2017 sebagai akibat dari larangan China terhadap konten Korea.
Tetapi, sejak tahun lalu relasi diplomatik antara Cina dan Korea Selatan menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Cina memberikan fasilitas bebas visa kepada warga Korea Selatan untuk pertama kalinya sejak tahun 1992.
Menanggapi hal ini, Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan berencana memberlakukan kebijakan bebas visa sementara bagi wisatawan grup asal Cina yang berkunjung ke Korea.
Terkait pertemuan antara Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dan Ketua Majelis Nasional Korea Selatan, Woo Won Shik, pada 7 Februari lalu, Xi Jinping menekankan pentingnya pertukaran budaya sebagai aset dalam hubungan kedua negara dan perlunya kehati-hatian dalam isu-isu terkait.
Para ahli berpendapat bahwa pelonggaran larangan terhadap konten Korea mengindikasikan perubahan pandangan Tiongkok, yang kini tidak lagi melihat gelombang Hallyu sebagai ancaman signifikan bagi industri konten lokalnya. (Vionisya Citra)