KBEonline.id – Konflik berdarah terus berkecamuk di Suriah, mempertemukan milisi bersenjata loyalis mantan Presiden Bashar al-Assad dengan pasukan keamanan negara.
Hingga Jumat (7/3/2025), jumlah korban tewas telah melampaui 70 jiwa, menjadikan perang saudara ini semakin memprihatinkan.
Pertempuran sengit bermula pada Kamis di kota pesisir Jableh dan desa-desa sekitarnya, dengan laporan awal menyebutkan 43 korban jiwa.
Baca Juga:Zaman Semakin Canggih, Inilah Alasan Menabung di Bank Digital kini Menjadi TrenZenshuu episode 11: Spoiler, Tanggal Rilis dan Tempat Menontonnya
Milisi bersenjata yang terlibat dalam konflik ini dulunya adalah tentara reguler rezim Assad, yang kini berbalik melawan pasukan keamanan.
Latakia, provinsi pesisir yang selama ini menjadi benteng minoritas Alawite pendukung Assad, kembali menjadi medan pertempuran.
Laporan dari Observatorium Hak Asasi Manusia mengungkapkan bahwa sebagian besar personel keamanan yang gugur berasal dari bekas wilayah pemberontak di Idlib, barat laut Suriah.
Dalam operasi militer terbaru, pasukan keamanan berhasil menangkap mantan kepala intelijen Angkatan Udara—salah satu tokoh kunci dalam jaringan keamanan keluarga Assad.
Bentrokan juga terjadi di desa lain di Latakia, di mana pasukan keamanan terlibat pertempuran dengan kelompok bersenjata loyalis komandan pasukan khusus era Assad, setelah serangan helikopter dilancarkan oleh pihak berwenang.
Perang saudara yang berkepanjangan ini telah menciptakan kehancuran besar di Suriah dan kawasan sekitarnya. Konflik yang dimulai sejak 2011 ini tidak hanya melibatkan warga Suriah, tetapi juga berbagai negara, kelompok pemberontak, hingga organisasi teroris.
Suriah sendiri adalah negara republik yang berbatasan dengan Turki di utara, Irak di timur, Laut Tengah di barat, dan Yordania di selatan.
Baca Juga:Kebakaran Hebat Hanguskan Rumah Makan di Babelan, Satu Orang Alami Luka Bakar SeriusWaspada! Peredaran Uang Palsu Marak di Bekasi
Awalnya, perang ini muncul sebagai aksi protes masyarakat terhadap pemerintahan Assad. Namun, protes tersebut berkembang menjadi konflik bersenjata yang melibatkan berbagai pihak.
Warga Suriah menginginkan perubahan sistem pemerintahan menuju demokrasi, menantang kekuasaan rezim Assad yang telah berkuasa sejak 1962.
Keinginan untuk reformasi politik inilah yang memicu eskalasi konflik hingga menjadi perang saudara berkepanjangan.
Kini, perang Suriah telah menjadi salah satu konflik paling kompleks di dunia, menarik perhatian internasional karena dampaknya yang luas dan menghancurkan.
Dengan berbagai kepentingan yang saling bertentangan, jalan menuju perdamaian masih tampak jauh dari jangkauan.