Bertahan di Tengah Gempuran Zaman: Kisah Kusnadi dan Oding, Tukang Becak Karawang

Kisah Kusnadi dan Oding, Tukang Becak Karawang.
Kusnadi (70) dan Oding (63), dua tukang becak di Karawang. --KBE--
0 Komentar

KARAWANG, KBEonline.id – Di sudut alun-alun Karawang, dua pria paruh baya masih setia menanti keberuntungan datang dari balik pedal becak tua mereka. Kusnadi (70) dan Oding (63), dua tukang becak yang telah lama menggantungkan hidup dari menarik penumpang, kini harus menghadapi kenyataan pahit: sepi pelanggan, penghasilan yang kian merosot, dan persaingan dari transportasi modern seperti ojek online.

Kusnadi mulai menarik becak sejak 1993. Ia biasa mangkal di sekitar alun-alun dan sesekali mendapat penumpang ke KCP Karawang dengan tarif Rp50 ribu. Namun kini, dalam sehari pun sering tak ada penumpang yang datang.

“Sehari kadang gak ada, tidur doang di becak,” ujarnya lirih. Pria yang tinggal di Poponcol Kaler ini harus menghidupi istri dan seorang anak yang masih kecil.

Baca Juga:DPRD Karawang Selidiki Pembuangan Limbah Medis Ilegal di KarangligarKeuangan Kabupaten Bekasi Kritis, Opsi Pinjaman Bank Jadi Pertimbangan

Nasib tak jauh berbeda dialami Oding. Di usianya yang telah menginjak 63 tahun, ia masih mengayuh becak dengan semangat. Setiap hari, sejak pukul enam pagi, ia mulai mangkal. Namun hasilnya tak seberapa.

“Paling kalau bagus dua kali narik, dapat 20 ribu. Kadang cuma 10 ribu,” katanya. Dengan kondisi fisik yang tak sekuat dulu, ia hanya sanggup mengangkut satu penumpang.

Oding telah menjalani profesi ini selama lebih dari lima tahun. Ketika tidak ada penumpang, ia pulang ke rumahnya di Poncol Kaler atau sekadar berkumpul bersama sesama tukang becak lainnya.

“Kalo ngumpul ada 10 orang, kadang cuma 4. Sekarang mah udah sepi,” tuturnya.

Becaknya yang dibeli sendiri seharga Rp500 ribu kini hanya menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya.

Keduanya mengaku enggan beralih profesi. “Gak ada modal,” kata Kusnadi. Paling-paling, jika tidak mangkal, ia membantu di kebun mencangkul atau tinggal di rumah. Kendati demikian, harapan tetap menyala dalam diri mereka. Oding berharap pemerintah memberi perhatian kepada para tukang becak yang tersisih oleh arus zaman.

“Dulu mah bisa 50 ribu sehari, sekarang mah susah, neng. Dari pagi belum narik,” kata Oding. Tarif pun menyesuaikan jarak, namun jarang ada yang mau menggunakan jasa mereka. Sesekali, ia mendapat penumpang ke rumah sakit atau Grand Taruma dengan tarif seadanya, seperti Rp15 ribu.

0 Komentar