Data tahun 1845 mencatat Kabupaten Karawang terdiri atas 16 distrik dan 530 desa. Seiring perkembangan sistem administrasi, onderdistrik (kecamatan) mulai diperkenalkan, dan pada tahun 1884, Distrik Karawang mencakup onderdistrik Karawang, Rengasdengklok, dan Klari.
Pentingnya gedung ini semakin terasa saat pemerintah kolonial menerbitkan Bestuurshervormingswet tahun 1922. Undang-undang tersebut menghapus Keresidenan Karawang dan menjadikannya bagian dari Keresidenan Batavia. Meski sempat kehilangan status keresidenan, Kabupaten Karawang tetap eksis dan menjalankan pemerintahan dari gedung yang kini menjadi saksi sejarah.
Gedung ini pernah difungsikan sebagai kantor Bupati Karawang ketika pemerintah kabupaten masih beroperasi di wilayah ini. Selain itu, bangunan ini juga sempat digunakan sebagai Gedung BP7 sebelum akhirnya menjadi kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Baca Juga:Sekda Karawang Minta ASN Jadi Pelopor Kebersihan, Dorong Kolaborasi Atasi Masalah SampahDigrebek Polisi, Dua Pengedar Obat Keras di Bekasi Tak Berkutik
Kini, di tengah gencarnya pembangunan dan modernisasi, keberadaan gedung ini menjadi oase sejarah yang patut dipertahankan. Penetapannya sebagai cagar budaya diharapkan menjadi langkah awal untuk merawat ingatan kolektif masyarakat Karawang atas masa lalu yang membentuk identitas daerah.
“Gedung ini adalah warisan sejarah yang hidup. Bukan hanya bangunannya, tapi seluruh cerita di balik dinding-dinding tua ini menjadi bagian penting dari perjalanan Karawang,” pungkas Obar. Pemerintah daerah bersama Tim Ahli Cagar Budaya tengah mempersiapkan kajian dan dokumentasi sebagai dasar penetapan resmi pada tahun ini.(Aufa)