Distopia di Dunia Nyata! Ketika Seni Menjadi Benteng Terakhir Kesadaran

Dunia Distopia
Ilustrasi Gambar Dunia Distopia (Indonesiana.id)
0 Komentar

KBEonline.id – Di zaman sekarang, banyak orang mulai merasa ada yang janggal dalam kehidupan sehari-hari. Berita yang terasa seragam dan terkoordinasi, hidup yang semakin diatur oleh algoritma, serta konflik yang merebak di berbagai penjuru dunia, menjadi pemandangan yang semakin biasa.

Tak hanya itu, kekuasaan tampaknya hanya berputar di lingkaran keluarga tertentu, seolah-olah tak ada ruang bagi perubahan. Fenomena-fenomena ini memang terasa mengkhawatirkan, namun sejatinya, kita sudah diperingatkan tentang hal ini sejak lama melalui berbagai karya seni dan sastra.

Cerita-cerita distopia kerap menggambarkan para penguasa yang mengawasi setiap gerak-gerik masyarakat, hingga privasi menjadi sesuatu yang nyaris punah. Dalam beberapa kisah, penguasa bahkan membakar buku dan memanipulasi fakta demi mempertahankan tahta mereka. Pikiran bebas dianggap ancaman yang harus dibasmi, semua dilakukan demi menjaga stabilitas dan kekuasaan.

Baca Juga:Tidak Selalu Membawa Penyakit, Virus Juga Bisa Bermanfaat Bagi Kehidupan ManusiaKenali Penyakit Menular yang Dapat Mengancam Nyawa dan Tips Melindungi Diri Kamu

Tak hanya itu, dalam banyak narasi, masyarakat digambarkan terbelah menjadi kelas-kelas sosial. Kaum elit hidup dalam kemewahan, sementara yang miskin harus berjuang keras hanya untuk bertahan hidup. Penderitaan mereka bahkan sering dijadikan tontonan oleh para penguasa, yang sama sekali tak peduli.

Sekilas, gambaran ini mungkin terasa seperti fiksi yang menakutkan. Namun, jika dicermati, dunia nyata pun kerap menunjukkan pola serupa. Ada segelintir orang yang menikmati kemewahan, sementara jutaan lainnya harus berjuang di tengah ketidakadilan yang nyata.

Fiksi juga sering menampilkan pemerintahan global yang berusaha mengendalikan sejarah. Cerita-cerita yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka dihapus atau diubah sesuka hati. Bangsawan dan penguasa bertindak semaunya tanpa takut hukuman, sementara rakyat biasa diperlakukan tanpa nilai. Di sisi lain, ada pula kisah tentang bumi yang rusak akibat kerakusan manusia, hingga akhirnya bumi menjadi tempat yang tak layak huni, penuh sampah dan polusi.

Ironisnya, meski kerusakan sudah di depan mata, banyak orang memilih menutup mata demi kepentingan pribadi, seolah-olah semuanya masih baik-baik saja.

Selain itu, karya seni dan cerita fiksi sering memperlihatkan bagaimana teknologi digunakan untuk memanipulasi masyarakat, membuat mereka kecanduan hingga lupa pada diri sendiri dan lingkungan. Media sosial, yang seharusnya menghubungkan manusia, justru semakin membuat kita terpisah dan menjadi alat pembentuk opini dengan agenda tersembunyi. Semua tanda-tanda ini sudah nyata di depan mata, dan yang lebih mengkhawatirkan, kita mulai terbiasa dengan kondisi ini.

0 Komentar