KBEonline.id — Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2025 kembali tercoreng oleh berbagai bentuk kecurangan.
Sejumlah kasus yang berhasil diungkap menunjukkan bahwa upaya curang tidak hanya dilakukan secara individual, tetapi juga melibatkan jaringan yang terorganisir, termasuk lembaga bimbingan belajar.
Berdasarkan laporan resmi dari Tim SNPMB, setidaknya 10 orang joki telah diamankan dalam operasi pengawasan selama pelaksanaan ujian di beberapa titik lokasi, termasuk di wilayah Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Para joki ini diduga menggunakan identitas palsu dan memasuki ruang ujian menggantikan peserta yang sebenarnya.
Baca Juga:Jadi yang Terburuk, Konsentrasi Polutan Meninggi, Kualitas Udara Karawang Tercatat Tidak Sehat di Hari BuruhSejarah dan Makna Hari Buruh di 2025, Jalan Panjang Perjuangan Pekerja Indonesia
Tak hanya itu, modus baru kecurangan berbasis teknologi juga ditemukan. Salah satu yang menghebohkan publik adalah penggunaan kamera mini yang dipasang di behel gigi, kancing baju, hingga ikat pinggang, yang digunakan untuk merekam soal ujian secara diam-diam.
Rekaman ini kemudian diduga disalurkan ke pihak ketiga di luar lokasi ujian untuk dianalisis dan dikirimkan kembali jawabannya.
“Kami menemukan adanya upaya sistematis dari oknum peserta yang memanfaatkan alat tersembunyi untuk membocorkan soal dan memperoleh bantuan dari luar,” ujar Ketua SNPMB 2025, Eduart Wolok, dalam konferensi pers, Rabu (30/4).
Ia juga menegaskan bahwa panitia telah mengganti soal secara berkala dan memastikan soal yang bocor tidak digunakan kembali di sesi lain.
Yang lebih mengkhawatirkan, salah satu lembaga bimbingan belajar di Yogyakarta tengah diselidiki karena diduga menjadi fasilitator dalam praktik kecurangan ini.
Lembaga tersebut diduga mengarahkan peserta untuk mengikuti sesi awal UTBK, kemudian menyusun kembali soal berdasarkan rekaman yang dikumpulkan dan mendistribusikannya secara ilegal.
Menanggapi kejadian ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyatakan bahwa mereka akan memperketat pengawasan dan menerapkan sanksi tegas, termasuk diskualifikasi permanen terhadap peserta dan lembaga yang terbukti terlibat.
Baca Juga:Hardiknas 2025, Henghormati Ki Hajar Dewantara dan Merenungkan Perjalanan Pendidikan IndonesiaTerancam Batal Berangkat, 46 Calon Haji di Karawang Belum Lunasi Biaya
“Ini adalah kejahatan akademik yang mencederai keadilan sistem seleksi nasional,” ujar perwakilan Kemendikbudristek.
Seiring dengan perkembangan teknologi, pengawasan terhadap ujian berbasis komputer dituntut semakin ketat. Kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa kejujuran akademik bukan sekadar nilai moral, tetapi juga fondasi kepercayaan dalam dunia pendidikan tinggi.