BEKASI, KBEonline.id – Kondisi ekonomi keluarga yang memprihatinkan kembali menjadi latar belakang terjadinya aksi tawuran anak di Kabupaten Bekasi. Salah satu kasus yang ditangani Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bekasi menunjukkan bahwa seorang anak terlibat tawuran lantaran tidak memiliki tempat tidur di rumah.
“Jadi karena rumahnya kecil dan tidak memadai untuk tidur, anak ini akhirnya mencari aktivitas di malam hari. Saat diajak, dia pun ikut tawuran,” ujar Kepala UPTD PPA pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi, kepada Cikarang Ekspres, Jumat (09/05).
Menurut Fahrul, kasus tersebut terjadi pada tahun 2023 lalu. Anak yang masih di bawah umur tersebut sudah tiga kali tertangkap polisi akibat terlibat aksi tawuran. Pada penangkapan ketiga, pihak kepolisian berkoordinasi dengan UPTD PPA untuk dilakukan pendampingan.
Baca Juga:Ganas! Genesis Pesta Gol di Laga Perdana Piala Soeratin U-13 Askab PSSI Karawang 2025Ribuan PPPK di Bekasi Gigit Jari, Gaji dan Tunjangan Tak Kunjung Cair
“Setelah asesmen oleh psikolog, diketahui faktor ekonomi menjadi penyebab utama. Anak ini tinggal bersama kedua orang tuanya dan beberapa saudara kandung. Karena keterbatasan ruang, dia sering tidak kebagian tempat tidur,” jelasnya.
Disebutkan, tempat tidur di rumah digunakan oleh orang tua yang beristirahat setelah bekerja seharian, serta saudara kandung yang masih sekolah. Sementara anak tersebut yang sudah putus sekolah, baru bisa tidur pagi atau siang saat rumah mulai lengang.
“Karena tidak memiliki waktu dan tempat istirahat yang layak di malam hari, akhirnya dia lebih sering berada di luar rumah dan terlibat dalam aktivitas berisiko, termasuk tawuran,” tambah Fahrul.
Selain faktor ekonomi, keinginan untuk dikenal dan pengaruh negatif dari senior turut menjadi pemicu. “Ada anak-anak yang ingin eksis, ingin diakui. Bahkan ada pula alumni sekolah yang ikut menghasut atau mendorong adik kelasnya untuk ikut tawuran,” ucapnya.
UPTD PPA sendiri mencatat, setiap tahun mereka menangani sedikitnya 5 hingga 10 kasus tawuran anak yang masuk ke ranah hukum. Dalam kasus-kasus tersebut, anak-anak yang berhadapan dengan hukum mendapatkan pendampingan, baik secara hukum maupun psikologis.