KARAWANG, KBEonline.id – Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) terus dikembangkan sebagai salah satu strategi BKKBN dalam memberdayakan ekonomi keluarga berbasis komunitas. Di Kabupaten Karawang, pelaksanaan program ini menunjukkan progres yang cukup menggembirakan, namun masih menghadapi sejumlah tantangan penting yang perlu segera ditindaklanjuti.
Berdasarkan evaluasi terbaru dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Karawang hingga triwulan kedua 2025, tercatat sebanyak 216 kelompok UPPKA aktif di 30 kecamatan. Meski jumlahnya cukup besar, hanya sekitar 65% kelompok yang benar-benar aktif dan konsisten menjalankan kegiatan ekonomi produktif. Di sisi lain, aspek legalitas dan struktur organisasi banyak kelompok UPPKA juga masih belum memadai.
Melihat kondisi tersebut, DPPKB Karawang melalui Bidang Pemberdayaan Peningkatan Keluarga menginisiasi sebuah terobosan baru bertajuk “UPPKA Berkelas”—singkatan dari Berkualitas dan Berlegalitas. Inovasi ini bertujuan untuk mendorong peningkatan mutu kelembagaan UPPKA, baik dari segi kapasitas usaha maupun aspek legal formalnya.
Baca Juga:Pengeroyokan Berujung Maut di Cikarang: “Saya Sudah Anggap Saudara Sendiri, Pak”Balas Dendam Berujung Maut: Pisau Rekan Sendiri Akhiri Nyawa Pelaku
Kepala DPPKB Karawang, Sofiah, melalui Kepala Bidang Penguatan Ketahanan Keluarga Edi Zulkarnaen menjelaskan bahwa pemahaman kader dan pengurus kelompok terhadap inovasi usaha dan pemanfaatan teknologi digital masih belum merata.
“Masih banyak kelompok yang mengandalkan pola usaha konvensional tanpa inovasi. Padahal kebutuhan pasar sudah berubah. Kami akan memperkuat pendampingan dan pelatihan agar mereka bisa bertransformasi,” jelasnya.
Menjawab tantangan tersebut, pada tahun 2025 ini pemerintah daerah mulai menggulirkan berbagai program pendukung, seperti pendampingan kewirausahaan, pelatihan pemasaran digital, dan fasilitasi legalitas usaha melalui kolaborasi dengan Dinas Koperasi dan UMKM.
Di samping itu, sinkronisasi data UPPKA juga menjadi prioritas. DPPKB tengah menyusun sistem database terintegrasi yang memungkinkan pemantauan kelompok aktif secara real-time. Langkah ini tidak hanya akan mempermudah monitoring, tapi juga menjadi landasan dalam merumuskan kebijakan dan alokasi program berikutnya.
“Kami tidak lagi mengejar kuantitas semata. Kualitas kelompok menjadi perhatian utama. UPPKA harus menjadi penggerak ekonomi keluarga, bukan sekadar formalitas kelembagaan,” tegas Kepala Bidang.
Ke depan, Program UPPKA di Karawang diharapkan bisa melampaui perannya sebagai program pendamping KB. Dengan penguatan kelembagaan, inovasi usaha, serta legalitas yang jelas, UPPKA akan menjadi contoh nyata model ekonomi komunitas yang tangguh, adaptif, dan berkelanjutan—mendorong kemandirian keluarga dari akar rumput. (wyd)