Musim Kemarau Tapi Hujan Terus? Ini Fakta Tentang Kemarau Basah

Kemarau tapi sering hujan
Cuaca memang sedang berubah, tapi kewaspadaan dan kesiapsiagaan adalah kunci utama supaya kita tetap nyaman menjalani hari.
0 Komentar

KARAWANG — Pernah dengar istilah “kemarau basah”? Ya, ini bukan istilah yang dibuat-buat atau lelucon, melainkan fenomena nyata yang tengah melanda sebagian wilayah Indonesia tahun ini.

Jadi, musim kemarau tidak selalu identik dengan panas terik dan tanah kering, tapi justru diiringi hujan yang cukup sering turun.

Lantas, apa sih sebenarnya kemarau basah itu? Apa kata pemerintah? Kenapa bisa terjadi? Dan yang paling penting, bagaimana kita bisa tetap aman dan sehat?

Baca Juga:Banyak Kasus, Polres Purwakarta Gencar Sosialisasikan Bahaya NarkobaGelombang Kedua Dibuka Setelah Idul Adha, Kuota Dibatasi, Fokus pada Dampak Jangka Panjang

Secara sederhana, kemarau basah adalah kondisi di mana musim kemarau—yang biasanya kering dan minim hujan—ternyata diiringi curah hujan yang lebih tinggi dari normal.

Jadi, walau musim kemarau, hujan tetap sering turun. Fenomena ini cukup mengagetkan, karena bertolak belakang dengan musim kemarau “standar” yang kita kenal.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sekitar 26% wilayah Indonesia diprediksi mengalami kemarau yang lebih basah dari biasanya tahun 2025.

Ini termasuk wilayah Jawa bagian tengah dan timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, hingga Nusa Tenggara.

Pemerintah melalui BMKG telah memastikan bahwa fenomena ini adalah hasil dari perubahan pola cuaca dan iklim yang kompleks. BMKG mengingatkan masyarakat bahwa meskipun musim kemarau lebih basah, potensi risiko tetap ada.

Hujan yang turun di musim kemarau bisa memicu banjir dan tanah longsor di beberapa daerah, sementara wilayah lain masih berisiko kebakaran hutan akibat kekeringan yang tidak merata.

Ada beberapa faktor utama yang memicu kemarau basah ini:

– Perubahan Iklim Global: Pemanasan global membuat pola cuaca jadi tak menentu, sehingga musim kemarau pun bisa dibarengi hujan.

Baca Juga:Alasan Jurusan Ini Dimintati di Tahun 2025, Bukan Cuma Trend Tapi Outputnya WowPelaku Pelecehan 18 Anak di Karawang Dituntut 14 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar

– Suhu Muka Laut yang Hangat: Permukaan laut yang lebih hangat meningkatkan uap air, yang kemudian menyebabkan awan hujan terbentuk.

– Akhir Fenomena La Niña: Meski La Niña sudah selesai, efeknya masih terasa dalam bentuk hujan yang tidak biasa saat kemarau.

– Pola Angin dan Tekanan Udara: Massa udara basah bisa terbawa angin ke wilayah yang biasanya kering di musim kemarau.

0 Komentar