KBEonline.id – Ratusan siswa SMAN 9 Tambun Selatan menggelar aksi unjuk rasa di lingkungan sekolah mereka pada Selasa (03/6) kemarin. Dalam aksi tersebut, para siswa menuntut transparansi penggunaan anggaran serta menghentikan berbagai pungutan yang dinilai tidak wajar dan tidak sesuai dengan instruksi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait pelarangan pungutan di sekolah negeri.
Para siswa membawa spanduk berisi tuntutan, di antaranya menolak pungutan uang gedung, infaq harian, serta mempertanyakan sejumlah kegiatan sekolah yang diduga fiktif, seperti pengadaan snack untuk buka puasa bersama, kegiatan perlombaan, dan peringatan Hari Kartini.
Salah satu siswa, HMA (17), mengaku aksi ini memuncak setelah pihak sekolah meminta tanda tangan ulang daftar hadir untuk kegiatan yang telah lama berlalu. Tanda tangan itu disebut-sebut sebagai bukti penerimaan snack dalam kegiatan pesantren Ramadan dan Hari Kartini, padahal banyak siswa tidak menerima apa pun.
Baca Juga:Dua Pekerja Asal Purwakarta Ditembak Mati KKB Saat Bangun Gereja di PapuaPurwakarta Bakal Jadi Basis Produksi Xpeng X9, Mobil Listrik Asal TiongkokÂ
“Tanda tangan itu isinya seperti tanda terima snack. Tapi kenyataannya, kami nggak nerima apa-apa,” ujar HMA kepada Cikarang Ekspres.
HMA juga menyebut bahwa berkas yang diminta untuk ditandatangani tidak mencantumkan nominal, namun diminta kepada seluruh siswa kelas 10, 11, dan 12 yang jumlahnya diperkirakan mencapai 600 orang.
Siswa lainnya, MRP (17), mengungkapkan bahwa sejak pertama masuk pada 2023, ia dan teman-temannya diminta menyetor uang sebesar Rp20 ribu per hari per kelas dengan dalih infaq untuk membeli pendingin ruangan masjid sekolah. Namun, hingga 2025, pendingin ruangan itu belum juga terpasang.
“Uangnya sudah dikumpulkan sejak kelas 10, tapi sampai sekarang AC belum ada. Uang akademik dan non-akademik juga dipungut, katanya untuk pembangunan gedung sekolah dan fasilitas ekskul,” ungkap MRP.
Ia juga mengaku telah membayar uang gedung sebesar Rp500 ribu per tahun, namun tidak melihat adanya pembangunan gedung baru seperti yang dijanjikan. Bahkan, dana UKS yang semestinya cair dua bulan sekali disebut belum disalurkan.
Dalam aksi ini, para siswa turut menyoroti kurangnya fasilitas kesehatan dan sanitasi. Wastafel di sekolah banyak yang rusak, sementara Palang Merah Remaja (PMR) kesulitan mendapatkan pasokan obat-obatan, sehingga harus menggunakan dana kas sendiri untuk pembelian obat.