Penertiban atau Penggusuran? Ketika Rakyat Jadi Korban Tata Kota

Ratusan Bangli di Bekasi Digusur
ilustrasi Ratusan Bangli di Bantaran Kali Baru Bekasi Digusur. --KBE--
0 Komentar

BEKASI, KBEonline.id – Pemerintah Kabupaten Bekasi tengah gencar-gencarnya menertibkan bangunan liar (bangli) yang berdiri di bantaran sungai dan lahan fasilitas umum. Alasan utamanya: penataan ruang dan pemulihan fungsi lingkungan. Namun di balik deru ekskavator dan tumpukan puing, mencuat suara-suara yang mempertanyakan, benarkah penegakan hukum ini adil untuk semua?

Warga kecil digusur tanpa ampun, sementara sejumlah bangunan milik perusahaan besar tetap berdiri kokoh di lokasi serupa. Polemik pun tak terelakkan adakah standar ganda dalam pelaksanaan kebijakan ini?

Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Bekasi, Mustakim, menyoroti ketidakadilan dalam proses penertiban bangli tersebut. Ia menyebut bahwa banyak penggusuran dilakukan secara sporadis dan cenderung menyasar masyarakat kecil, tanpa menyentuh bangunan milik korporasi yang berada di kawasan terlarang.

Baca Juga:Para Penggemar Bersiap! Mariah Carey Resmi Umumkan Gelar Konser di Indonesia 4 Oktober 2025Istri dan Anak Syok Berat! Sang Ayah Meninggal Dunia saat mau Diberi Kejutan Ultah

“Kita sepakat bahwa bantaran sungai harus steril. Tapi harus adil. Jangan cuma warung rakyat yang digusur, sedangkan bangunan pabrik atau gudang yang jelas-jelas di lokasi yang sama malah aman-aman saja,” ujar Mustakim kepada Cikarang Ekspres.

Ia menyatakan bahwa tindakan pemerintah belum menyentuh aspek keadilan spasial dan sosial, serta tidak mempertimbangkan dampak kemanusiaan yang ditimbulkan.

Ironi muncul ketika aturan negara justru tampak tajam ke bawah. Berdasarkan PP No. 38 Tahun 2011, bantaran sungai adalah kawasan lindung yang tak boleh digunakan untuk bangunan permanen. Namun, GMNI mencatat bahwa di beberapa kecamatan seperti Cikarang Barat dan Tambun, bangunan komersial skala besar justru berdiri di atas tanah negara di sepanjang sempadan sungai tanpa tindakan hukum berarti.

“Kalau alasan pemerintah adalah legalitas, maka perusahaan yang tidak punya izin pun harusnya ditertibkan juga,” kata Mustakim.

Warga Digusur, Tapi Tak Direlokasi

Warga yang digusur mengaku tidak mendapatkan sosialisasi memadai, apalagi pendampingan atau relokasi. Sebagian besar dari mereka mengaku mendirikan lapak kecil karena keterpaksaan, bukan karena keserakahan. Mereka tinggal dan mencari nafkah di pinggir kali karena tak ada akses terhadap lahan pemukiman formal atau kios resmi yang terjangkau.

“Kalau pemerintah mau tertibkan, sediakan juga solusinya. Misalnya relokasi, tempat usaha baru, atau paling tidak rusunawa seperti di Jakarta,” ujar Mustakim.

0 Komentar