Sementara itu, Camat Tambun Utara Najmudin, menyampaikan bahwa lokasi penertiban bangli di wilayahnya merupakan salah satu titik yang sebelumnya disidak langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang kemudian meminta agar seluruh bangunan liar di sepanjang kali segera ditertibkan.
“Ini salah satu lokasi yang disidak oleh Pak Gubernur. Maka dari itu, pimpinan kami, Pak Bupati, menginstruksikan agar aliran kali ini juga dibersihkan dari bangunan liar,” kata Najmudin.
Dari hasil pendataan, pihaknya bangunan yang dibongkar mayoritas digunakan sebagai tempat usaha, meskipun ada beberapa yang dijadikan tempat tinggal sementara. Selain itu, sebagian besar bangunan juga tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah.
Baca Juga:Ternyata, Gunung Api di Laut Jauh Lebih Banyak dari yang Ada di Darat, Loh!Mau Urusan Beres Sekaligus? Intip Rahasia Mal Pelayanan Publik di Technomart Karawang
“Rata-rata digunakan untuk berdagang atau usaha kecil dan yang kami data kemarin belum ada yang menunjukkan sertifikat. Tapi kalau ada, kami belum mengetahuinya,” ucap Najmudin.
Ia menyebutkan, pasca penertiban, lahan bekas bangunan liar akan digunakan untuk berbagai program pemerintah, di antaranya normalisasi aliran sungai, pembangunan akses jalan, dan penghijauan kawasan.
“Nanti kita akan buat program, bisa buat jalan, bisa juga aliran sungai nya kita normalisasi kan lagi dan kita juga bisa tarik DSDA Provinsi Jawa Barat untuk penghijauan kembali,” imbuhnya.
Terkait relokasi pelaku usaha yang sebelumnya berdagang di lahan bangunan liar pihak kecamatan bersikap fleksibel jika digunakan untuk berjualan selama tidak ada pembangunan kembali secara permanen.
“Sebenarnya kalo untuk pemanfaatan (lahan) nya bisa aja setelah dibongkar, baik itu masyarakat mau berjualan juga boleh. Yang gak boleh itu bangunan permanen nya, bangunan liar nya yang gak boleh dibangun. Kalo untuk berdagang selagi itu bermanfaat untuk masyarakat silahkan saja gak dilarang,” tegasnya.
Disinggung, mengenai adanya permintaan kompensasi dari beberapa warga, Najmudin menegaskan bahwa tidak ada aturan atau anggaran untuk memberikan uang kerohiman, karena tanah tersebut merupakan aset negara milik Perum Jasa Tirta (PJT).
“Kita baru dengar ada beberapa warga aja (yang meminta uang kerohiman). Tapi kita kasih tau bahwa ini tidak ada kompensasi atau uang kerohiman sekalipun. Karena memang gak mampu juga negara untuk membayar itu.” tandasnya. (Iky)