KBEonline.id – Ratusan sopir truk yang tergabung dalam Paguyuban Sopir Karawang melakukan aksi mogok kerja dan konvoi sebagai bentuk penolakan terhadap penerapan Undang-Undang tentang Over Dimension Over Load (ODOL), Kamis (19/6/2025). Aksi ini berlangsung di sepanjang Jalan Ahmad Yani, Karawang.
Konvoi kendaraan truk itu dimulai dari Jalan Luar Lingkar Tanjungpura dan berakhir di depan kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang. Di lokasi tersebut, para sopir melakukan orasi dan menyuarakan tuntutan mereka kepada pemerintah.
Koordinator aksi, Wawan Wardiana, menyampaikan bahwa penerapan UU ODOL sangat memberatkan para sopir. Ia mengatakan para sopir menjadi pihak yang paling dirugikan dalam aturan tersebut.
Baca Juga:Kejari Karawang Tetapkan Tersangka Korupsi PD Petrogas Persada, Kerugian Negara Capai Rp7,1 MiliarDPRD Karawang Gelar RDP Degan Katar Karawang, Bahas Pembentukan Regulasi dan Dukungan Anggaran
“Dalam UU ODOL itu ada sanksi pidana bagi sopir yang membawa kapasitas overload. Padahal kami juga dituntut oleh pengusaha barang dengan muatan di atas kapasitas,” ujar Wawan.
Ia menambahkan bahwa tekanan untuk membawa muatan berlebih berasal dari ketatnya persaingan antar perusahaan logistik. “Kalau kami tidak mau mengangkut muatan lebih, kami tidak akan dapat pekerjaan dari pengusaha,” jelasnya.
Wawan membeberkan bahwa sopir kerap dipaksa membawa muatan jauh di atas kapasitas yang ditentukan. “Tonase seharusnya 4 ton, tapi kami rata-rata setiap hari bawa muatan 10 ton. Jadi otomatis overload,” katanya.
Menurutnya, kondisi tersebut sangat berisiko bagi keselamatan sopir dan kondisi kendaraan. “Dengan tonase yang overload, tentunya ada risiko yang harus kami tanggung. Mulai dari sparepart kendaraan yang cepat rusak sampai keselamatan kami sendiri,” lanjutnya.
Ia menyayangkan bahwa dalam aturan tersebut, sanksi hanya diberikan kepada sopir dan bukan kepada perusahaan pemilik barang. “Ini sangat tidak adil. Dalam UU ODOL, perusahaan tidak dikenakan sanksi, hanya sopir yang dibebankan,” tegas Wawan.
Para sopir menuntut agar pemerintah mencabut UU ODOL dan melakukan evaluasi total terhadap kebijakan tersebut. Mereka juga meminta agar pemerintah membuka ruang dialog dengan para sopir.
“Kami minta UU ODOL dicabut dan pemerintah mengevaluasi kebijakan ini secara menyeluruh. Libatkan kami dalam dialog, jangan hanya membuat aturan sepihak,” pungkas Wawan.