Mahasiswi Korban Perkosaan Guru Agama Dinikahkan Sehari Kemudian Dicerai Lagi, Pengacara: Hukum Jalan Terus

Mahasiswi diperkosa guru ngaji
Pengacara dan keluarga korban mahasiswi yang dilecehkan guru agama.
0 Komentar

KBEonline.id – Seorang mahasiswi berinisial N (19), diduga diperkosa oleh tokoh agama yang masih paman korban bakal di proses hukum.

Hal tersebut diungkapkan, Kuasa Hukum korban, Gary Gagarin usai berdialog dengan jajaran Satreskrim Polres Karawang.

“Setelah kami jelaskan, kasus kekerasan seksual tidak bisa didampikan melalui restorative justice, akhirnya Kasat Reskrim, AKP M Nazal F berjanji bakal memproses kasus ini,” katanya.

Baca Juga:Kenapa Venus Berputar Kebalik? Fakta Unik yang Bikin Penasaran!Tempat Nonton Film Paling Hits di Karawang, Sudah Pernah ke CGV Festive Walk?

Gary mengatakan, awalnya mereka tetap tidak akan memproses kasus itu karena sudah ada surat perdamaian. Namun, Kasat Reskrim, AKP M Nazal F berjanji bakal memproses kasus ini. Kabar terakhir, saat ini Kapolsek Majalaya telah dicopot dari jabatannya. Dengan demikian harapan kasus itu bisa ditindaklanjut hingga ke pengadilan makin terbuka lebar.

Sementara itu, Kuasa hukum korban lainnya, Dian Suryana menyebutkan, pihaknya sengaja berdialog dengan jajaran Satreskrim untuk meminta penjelasan pernyataan Polsek Majalaya yang menyebut dugaan kekerasan seksual antara korban dan pelaku sebagai “suka sama suka” dan menyatakan bahwa korban pernah “check-in” di hotel bersama pelaku.

Pernyataan tersebut dinilai Dian, tidak hanya prematur secara hukum, tetapi juga tidak berperikemanusiaan. Sebab, hingga hari ini, korban belum pernah dimintai keterangan secara resmi oleh penyidik.

“Pernyataan Polsek Majalaya hanya berdasar pada keterangan terlapor. Ini pernyataan sesat dan menyakitkan korban,” ujarnya.

Dari sisi hukum, pernyataan tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk reviktimisasi, yakni tindakan yang membuat korban kembali mengalami penderitaan akibat pengabaian hak-haknya oleh aparat penegak hukum. Hal ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang menempatkan korban sebagai subjek utama perlindungan.

Lebih dari aspek yuridis, tim penasihat hukum juga menyoroti dampak psikologis dan sosial yang dialami korban. Selain trauma akibat kejadian dugaan kekerasan seksual tersebut, korban dapat mengalami tekanan secara psikis akibat stigma yang dibentuk melalui opini yang keliru.

“Pernyataan aparat yang tidak berdasar dan tendensius justru menghambat proses penegakan hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Oleh karena itu, tim hukum akan terus mengawal kasus ini sampai keadilan ditegakkan dan korban mendapatkan hak perlindungannya secara penuh, baik secara hukum maupun secara psikologis,” tukasnya.

0 Komentar