Adu Regulasi Pemain Asing: Super League Indonesia vs Liga Super Malaysia, Siapa Lebih Bijak?

ILeague
Adu Regulasi Pemain Asing: Super League Indonesia vs Liga Super Malaysia, Siapa Lebih Bijak?
0 Komentar

kbeonline.id – Musim 2025/2026 belum dimulai, namun polemik sudah lebih dulu memanaskan atmosfer Super League Indonesia. Sumbernya bukan dari lapangan, melainkan dari ruang rapat: regulasi pemain asing.

PSSI dan ILeague -rebranding dari PT Liga Indonesia Baru (LIB)- memutuskan untuk menambah kuota pemain asing menjadi 11 per klub, dengan maksimal 8 pemain diperbolehkan masuk ke dalam Daftar Susunan Pemain (DSP) setiap pertandingan.

Di atas kertas, kebijakan ini memberi klub keleluasaan dalam membentuk skuad yang kompetitif. Namun di sisi lain, kritik bermunculan, utamanya dari pelatih nasional dan pengamat sepak bola yang khawatir terhadap dampaknya pada pemain lokal.

Baca Juga:Indra Sjafri Soroti Regulasi Pemain Asing Super League: “Perlu Dikaji Lebih Dalam”Jordi Amat Puji Super League: Kompetisinya Ketat dan Menantang!

Dengan 8 pemain asing bisa tampil di satu pertandingan, artinya hampir 73% slot pemain utama bisa diisi oleh non-lokal. Banyak yang mempertanyakan, di mana ruang bagi pemain muda dan lokal untuk berkembang?

Pelatih Timnas U-23, Gerald Vanenburg, menyebut regulasi itu sebagai “lelucon”, karena justru berpotensi menghambat regenerasi talenta nasional. Apalagi, hanya satu pemain U-23 yang diwajibkan tampil minimal 45 menit setiap laga. Tidak sebanding jika dibandingkan dengan limpahan pemain asing yang bebas menguasai lini permainan.

Sementara di Malaysia, Malaysian Football League (MFL) merilis kebijakan baru yang juga memperluas kuota pemain asing menjadi 15 pemain per tim. Namun, aturan bermain di lapangan justru lebih ketat.

Hanya 6 pemain asing boleh bermain sebagai starter, ditambah 3 cadangan, dengan rincian: 4 pemain asing bebas, 1 pemain asal Asia, dan 1 pemain asal ASEAN.

MFL menilai langkah ini sebagai bentuk penyeimbang komposisi tim, agar tidak terlalu bergantung pada tenaga asing sekaligus tetap memberi ruang tumbuh bagi pemain lokal.

Uniknya, MFL juga memangkas kuota pemain ASEAN dari dua menjadi satu, lantaran dinilai kontribusinya belum cukup signifikan bagi klub-klub Malaysia.

Jika diukur dari keseimbangan antara ambisi kompetitif dan pembinaan pemain lokal, maka Liga Super Malaysia terlihat lebih bijak dan terukur. Mereka membuka ruang bagi ekspansi pemain asing, namun tetap menjaga ekosistem lokal agar tidak rusak oleh invasi asing.

Baca Juga:Dipertahankan! Pemain Keturunan Belanda-Indonesia Tetap Jadi Bagian Persis SoloPelatih Timnas U‑23 Kritik Regulasi Pemain Muda & Asing di Super League

Sebaliknya, Super League Indonesia tampak agresif, namun cenderung mengabaikan konteks kesiapan pembinaan usia muda dan realitas kualitas klub lokal secara finansial dan manajerial.

0 Komentar