“Anak murid kami sudah mendaftar, ada 2 orang yang katanya di tolak di sekolah negeri dan memilih sekolah ini. Kemudian tiba-tiba entah bagaimana mereka diterima lagi. Sekolah negeri itu menghubungi kami dan orang tuanya mencabut berkas. Bahkan uang administrasi pendaftarannya diminta untuk dikembalikan,” keluh seorang wakil kepala sekolah yang tak mau disebut identitasnya.
Sebenarnya, jauh sebelum kebijakan ini diterapkan. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Fajar Riza Ul Haq, sudah meminta Dedi Mulyadi mempertimbangkan soal aspek kondusivitas belajar apabila satu kelas terdapat 50 murid.
“Kalau satu kelas 50 orang, kira-kira kondusif enggak? Jadi, kami mengimbau juga kepada pemerintah daerah dan dinas untuk mempertimbangkan aspek kenyamanan dalam proses pembelajaran,” ujar Fajar.
Baca Juga:5 Wisata Kuliner Internasional di Taman Galuh Mas: Dari Steak Eksklusif hingga Ramen Autentik yang Wajib DicobAda Sungai Misterius yang Mengalir di Dasar Laut, Bukan di Daratan!
Menurut Fajar, jumlah siswa yang ideal untuk SMA adalah 36 orang per kelas. Namun, ketentuan itu bisa berubah dalam kondisi darurat.
Dia menilai celah aturan kondisi darurat itu memungkinkan penambahan jumlah siswa per kelas menjadi 50 diterapkan secara luas di Jawa Barat.
“Tapi kan namanya dibolehkan bukan berarti itu pilihan terbaik,” kata Fajar.
Senada dengan Wamendikdas, Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) SMK Swasta Karawang menyebut kebijakan itu bisa membuat banyak sekolah swasta di Jawa Barat gulung tikar.
Ketua FKKS SMK Swasta Karawang, Dedi Supriadi mengungkapkan, kebijakan tersebut saat ini telah menimbulkan gejolak ditengah dunia pendidikan.
Tak sedikit yang menganggap kebijakan itu tidak adil karena berpotensi membuat sekolah swasta kesulitan mendapatkan murid baru.
“Kalau untuk 50 siswa per kelas kami sangat tidak setuju. Satu kelas berisi 36 siswa saja guru ngajar sudah kewalahan, ruangan tidak cukup, apalagi 50, bisa seperti bebek. Mau diarahkan kemana anak-anak kita nanti? kan swasta juga banyak yang masih kosong, kenapa tidak dimanfaatkan?,”ungkap Ketua FKKS SMK Swasta Karawang, Dedi Supriadi, Rabu, (2/6/2025).
Baca Juga:Siap-siap, Tanggal 14 sampai 27 Juli 2025 Polres Karawang Gelar Razia Kendaraan, Target 7 PelanggaranPenjahat Lingkungan Pelaku Pencemaran Kali Cilemahabang Berganti-ganti, DLH Kabupaten Bekasi Kalang Kabut
Dedi menjelaskan, kebijakan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbudristek) Nomor 47 Tahun 2023 yang mengatur tentang jumlah siswa per rombongan belajar (rombel).
“Kebijakan ini tentu menabrak aturan, lalu akan terjadi lagi kesenjangan antara sekolah negeri dengan swasta. Coba diperhatikan SDM dan sarana prasarana di sekolah negeri memungkinkan atau tidak jika ditambah jadi 50 siswa, belum tentu mereka sanggup mengelola siswa banyak,” jelasnya.