Ambyarrr Pak Dedi, Kelas SMA Rombel Maksimal 50 Siswa, Ini Soal Kebijakan dan Kenyataan di Lapangan

1 Rombel 50 Siswa Itu Angka Maksimal Bukan Kewajiban
Meskipun tujuannya mulia tapi di lapangan, tentu tidak semudah itu. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dan disesuaikan serta dipahami oleh banyak pihak tentang kebijakan. Jadi apa jalan keluarnya?
0 Komentar

Di sisi lain, beberapa orang tua menyambut baik kebijakan ini. Bagi mereka, bisa menyekolahkan anak di negeri (meski kelasnya padat) tetap lebih meringankan beban finansial dibandingkan menyekolahkan anak di swasta. Tapi tentu, ada juga yang khawatir kualitas belajar anaknya jadi turun.

Jadi, di antara semua pro dan kontra ini, pertanyaannya sederhana adalah Apakah kebijakan ini solusi jangka panjang? Banyak ahli pendidikan menyebut, “menambah jumlah siswa dalam satu kelas itu hanya solusi darurat.”

Solusi sejatinya adalah menambah jumlah sekolah baru, ruang kelas, guru, dan pemerataan kualitas pendidikan. Seperti yang di sampaikan Dedi Mulyadi bahwa nanti akan dibangunnya kelas baru.

Baca Juga:Gubernur Jabar Larang Siswa Membawa HP ke Sekolah, Antara Ketertiban dan Tantangan di Era DigitalJam Masuk Sekolah 06.30, Apa yang Perlu Dipahami oleh Siswa Guru dan Orang Tua?

“Daripada anak Jawa Barat tidak sekolah ia lebih baik sekolah, walaupun di sekolah tersebut kelasnya 50. Itu kelasnya 50 awal, karena nanti di tahun ajaran berikutnya di semester berikutnya pemerintah Jawa Barat pasti membangun ruang kelas baru,” katanya.

Tapi, ya, semua itu butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit. Paling tidak, kebijakan ini menunjukkan bahwa persoalan pendidikan bukan sekadar soal angka di atas kertas, tapi menyangkut kenyamanan, kualitas, dan masa depan banyak anak.

Semoga kebijakan apapun yang dijalankan tetap berpihak pada hal yang paling penting yakni hak anak untuk belajar dengan layak. (L. Fidini Rizqi)

0 Komentar