Sekolah Swasta di Jabar Banyak yang Sepi Peminat, Bagaimana Solusinya?

Ilustrasi suasana kelas sepi sekolah swasta di Jawa Barat
Ilustrasi kelas sepi yang terasa di sekolah swasta Jawa Barat, jumlah siswa baru yang diterima sekolah swasta turun drastis. Krisis ini bukan hanya soal angka siswa atau kapasitas kelas. (pinterest)
0 Komentar

KBEonline.id – Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menambah kapasitas rombongan belajar (rombel) hingga 50 siswa per kelas di sekolah negeri memang bertujuan mulia untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal dari pendidikan menengah.

Tapi di sisi lain, tanpa disadari, kebijakan ini mulai mengguncang fondasi sekolah swasta terutama yang tidak berada di kategori “unggulan.”

Di beberapa daerah, jumlah siswa baru yang diterima sekolah swasta turun drastis. Bahkan ada sekolah yang hanya menerima segelintir murid. SMK Pasundan Cijulang, misalnya, tahun ini hanya berhasil menerima 6 siswa baru.

Baca Juga:Gubernur Jabar Larang Siswa Membawa HP ke Sekolah, Antara Ketertiban dan Tantangan di Era DigitalJam Masuk Sekolah 06.30, Apa yang Perlu Dipahami oleh Siswa Guru dan Orang Tua?

Sementara di SMP Persada Bhakti Bekasi, meski sempat mendapat 10 pendaftar, hanya 3 siswa yang benar-benar mendaftar ulang dan mulai belajar.

Fenomena serupa terjadi di banyak tempat. SMP Garuda Dayeuhkolot hanya menerima 11 siswa baru, SMA Kartika di Cimahi mendapatkan 12 pendaftar, dan SMA Budi Luhur Cimahi yang dulunya boarding school turut hanya diisi 12 siswa baru setelah bertransformasi menjadi sekolah reguler. Bahkan SMA Muhammadiyah 1 Depok kini hanya memiliki 4 siswa aktif dalam satu kelas.

Sekolah yang semula memiliki kapasitas satu hingga dua kelas penuh, kini bahkan kesulitan membentuk satu rombel utuh.

Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Penambahan rombel hingga 50 siswa di sekolah negeri memang membuka lebih banyak peluang bagi siswa untuk diterima di sekolah negeri yang biayanya lebih terjangkau. Dengan pilihan ini, banyak orang tua yang semula mempertimbangkan sekolah swasta kini beralih ke negeri, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Tidak hanya itu, persepsi publik yang masih menganggap sekolah negeri lebih unggul secara akademik turut memengaruhi pilihan. Meski tidak selalu benar, persepsi ini sudah cukup kuat untuk menggerus jumlah pendaftar di sekolah swasta yang reputasinya masih berkembang.

Di sisi lain, sekolah swasta umumnya bergantung penuh pada jumlah siswa untuk bisa bertahan secara operasional. Penurunan jumlah siswa langsung berdampak pada pemasukan sekolah, kemampuan membayar gaji guru, pemeliharaan fasilitas, dan berjalannya program belajar.

Dampak Nyata yang Mulai Terlihat

Tak sedikit pengelola sekolah swasta yang mulai merasa khawatir. Sejumlah sekolah mengaku kini terancam tutup jika situasi tak kunjung membaik. Mereka tengah berada di persimpangan antara tetap bertahan dengan jumlah siswa minimal, atau perlahan-lahan menghentikan operasionalnya.

0 Komentar