Pada masa Kerajaan Islam, wilayah ini juga tidak lepas dari konflik kekuasaan. Sultan Agung Mataram pernah mengirim pasukan ke wilayah barat Jawa untuk melawan VOC. Beberapa kali usaha tersebut gagal, namun dari sinilah muncul tokoh-tokoh penting seperti Adipati Kertabumi III dan anaknya, Adipati Kertabumi IV atau Raden Adipati Singaperbangsa, yang kemudian menjadi Bupati Karawang pertama.
Karawang saat itu mencakup wilayah yang sangat luas, termasuk daerah yang sekarang dikenal sebagai Purwakarta. Pemerintahan Karawang sempat berhenti akibat pergantian kekuasaan dari Belanda ke Inggris pada awal abad ke-19. Namun, ketika Belanda kembali menguasai wilayah ini, Kabupaten Karawang dihidupkan kembali dengan ibu kota di Wanayasa.
Pada tahun 1830, di bawah kepemimpinan R.A. Suriawinata, ibu kota kembali dipindahkan ke Sindangkasih (Purwakarta sekarang) dan diresmikan pada 20 Juli 1831.
Baca Juga:Jelang Agustusan dan Hari Jadi Karawang, Kanstin di 16 Km Jalan Kota Karawang Dicat DLHKPilkades Serentak di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang Digelar dengan Sistem Digital, Cek Kelebihannya
Pemindahan ini diikuti dengan pembangunan besar-besaran dari mulai pengurugan rawa untuk Situ Buleud, pembangunan Gedung Keresidenan, Pendopo, Masjid Agung, Tangsi Tentara, hingga pengairan Solokan Gede dan Situ Kamojing.
Masjid Agung Purwakarta sendiri dibangun antara tahun 1854-1863 atas perintah Raden Tumenggung Aria Sastradipura I, Bupati ke-12. Masjid ini menjadi pusat keagamaan dan budaya yang masih berdiri kokoh hingga kini. Sementara Gedung Negara, pendopo, dan tangsi militer menunjukkan bagaimana tata kota ini dipengaruhi perpaduan budaya lokal dan kolonial.
Setelah Indonesia merdeka, perubahan administratif kembali terjadi. Pada tahun 1949, Kabupaten Karawang dipecah dua oleh Wali Negeri Pasundan menjadi bagian timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang, sementara bagian barat tetap menjadi Kabupaten Karawang.
Kemudian melalui UU No. 14 tahun 1950, Kabupaten Purwakarta ditetapkan dengan ibu kota di Kecamatan Purwakarta, mencakup wilayah Subang, Sagalaherang, Pamanukan, dan sekitarnya.
Tak banyak yang tahu bahwa Purwakarta juga merupakan tempat kelahiran tokoh-tokoh nasional seperti Kusumah Atmaja, Ketua Mahkamah Agung RI pertama, dan Ipik Gandamana, mantan Menteri Dalam Negeri. Dari tanah yang tenang ini, muncul pemimpin-pemimpin besar yang punya peran penting dalam sejarah bangsa.
Kini, Purwakarta tidak hanya dikenal karena sejarahnya, tetapi juga karena transformasinya menjadi kota yang terus berkembang. Meski kerap dijuluki sebagai kota pensiun, geliat pembangunan dan revitalisasi ruang publik menjadikan kota ini hidup dengan cara yang berbeda. Identitas lamanya sebagai kota bersejarah tetap dijaga, namun dengan wajah yang semakin segar.